Lihat ke Halaman Asli

Nahnia Usbah

education enthusiast

Hari Santri: Saatnya Mengembalikan Spirit Jihad

Diperbarui: 31 Oktober 2023   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada 22 Oktober 2023 diperingati sebagai Hari Santri di Indonesia. Sesuai dengan kondisi global yang sekarang terjadi yaitu masih berjalan penjajahan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, maka hari santri kali ini mengusung tema "Jihad Santri Jayakan Negeri". Oleh karena itu, peringatan hari santri ini menjadi pengingat dalam rangka menyadarkan kondisi umat yang sedang tidak baik-baik saja serta mengembalikan profil santri yang sebenarnya yaitu memiliki semangat jihad dalam melawan musuh Allah untuk meraih ridho-Nya. Hal itu sesuai dengan pernyataan Bapak Jokowi yang dikutip dari tirto.id yang ketika itu diungkapkan saat menghadiri Apel Hari Santri 2023 di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (22/10/2023). "Semangat hari santri harus terus kita pegang teguh sesuai dengan konteks saat ini, di mana ada krisis ekonomi akibat perang, krisis pangan akibat perang, krisis energi akibat perang. Baik yang sebelumnya hanya satu di Ukraina, sekarang tambah lagi perang di Palestina dan Israel," kata Jokowi. Sesuai yang terdapat pada laman kemenag.com, beliau menyampaikan bahwa "melawan penjajah itu wajib. Melawan penjajah itu adalah fardu ain, dan tewas, meninggal melawan musuh itu hukumnya mati syahid. Ini sebuah fatwa yang luar biasa sehingga kita semua saat itu termasuk para santri berjuang untuk kepentingan bangsa, berjuang untuk kepentingan negara, dan berjuang untuk kepentingan umat," jelasnya.

Selain itu, Kepala Negara menyebut bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim yang besar dan lebih dari 36.000 pondok pesantren. Menurutnya, hal tersebut merupakan potensi yang besar dalam menentukan masa depan bangsa.

"Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kita memiliki lebih dari 36.000 pondok pesantren, sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa, penentu lompatan kemajuan bangsa, dan penentu keberhasilan cita-cita bangsa," tandasnya.

Berdasarkan sejarah perjuangan para santri dalam melawan penjajah Belanda, kita dapat menelusuri makna jihad yang sebenarnya. Pada awal kemerdekaan, tentara Sekutu (Inggris) yang diboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) hendak menduduki Indonesia kembali dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II. Para kiai resah atas hal ini. Hadratus Syekh K.H. Hasyim Asy'ari mengumpulkan seluruh kiai di Jawa dan Madura pada 21---22 Oktober 1945 di Surabaya. Pertemuan tersebut menghasilkan Resolusi Jihad.

Pada Resolusi Jihad, para kiai bersepakat bahwa seluruh umat Islam harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali. Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 km, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk materiel terhadap mereka yang berjuang. (Liputan6, 21-10-2023).

Resolusi Jihad tersebut disebarkan ke seluruh umat Islam di Jawa dan Madura. Para santri pun menyambut seruan jihad ini dengan ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pertempuran ini menjadi perang pertama antara Indonesia dengan Sekutu setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sekaligus perang terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi Indonesia sehingga menjadi simbol perlawanan Indonesia terhadap penjajahan.

Berdasarkan sejarah perjuangan tersebut dapat menjadi bahan bakar dalam mendorong para santri dan umat Islam saat ini untuk bangun dari keterpurukan dan mulai menyadari identitasnya sebagai muslim yaitu memperjuangkan agama Islam sesuai dengan konteks yang terjadi saat ini yaitu keberanian melawan penjajah. Para pejuang pada masa itu dapat menjadi contoh bagi kita dalam mengorbankan jiwa dan harta, karena yang mereka harapkan adalah kematian yang baik, yang dirindukan oleh setiap muslim yaitu syahid di jalan Allah SWT.

Sejarah mencatat dengan jelas semangat dan motivasi tinggi para santri dalam berperan aktif dalam perjuangan di negeri ini. Mereka telah berkontribusi besar dalam mempertahankan nilai-nilai agama dan memperjuangkan kemerdekaan. Namun, sayangnya, hari ini kita menyaksikan fenomena yang berbeda. Peran santri mengalami degradasi dan bahkan terjadi pembajakan atas semangat mereka dalam kehidupan sehari-hari. Santri hari ini menampilkan profil yang sangat berbeda dari generasi santri terdahulu. Semangat jihad yang sebelumnya membara kini mulai meredup. Mereka terdampak oleh arus sekularisasi yang begitu kuat sehingga menghilangkan semangat jihad dari jiwa mereka.

Kini, peran santri dalam kehidupan telah terkikis dan terdegradasi. Banyak dari mereka yang mampu menghafalkan Al-Qur'an, namun tidak merasa terdorong untuk memperjuangkan penerapan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka juga menguasai tsaqafah Islam yang terdapat dalam kitab-kitab, namun sayangnya tidak terdorong untuk mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.

Pembajakan dan penurunan peran santri ini merupakan hasil dari diterapkannya kurikulum pendidikan yang cenderung sekuler, yang pada akhirnya menjauhkan Islam dari kehidupan sehari-hari. Al-Qur'an dan tsaqafah Islam dipelajari dan dihafalkan, namun sayangnya tidak dijalankan sepenuhnya.

Dampak dari kehidupan yang semakin sekuler ini terasa dalam seluruh aspek negara. Syariat Islam terus terpinggirkan, membawa dampak serius seperti kemiskinan yang merajalela, dominasi asing dalam sektor ekonomi, politik demokrasi yang membenarkan segala cara, korupsi yang menjadi wabah, kerusakan sosial, lonjakan kasus depresi dan bunuh diri, serta penurunan kualitas Sumber Daya Manusia yang melemah, dll.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline