Langit kota yang penuh kabut menyembunyikan banyak rahasia, namun tidak ada yang lebih kelam daripada misteri pembunuhan berantai yang menghantui kampus. Polisi masih berusaha mengungkap siapa di balik kematian Surya, dan siapa pembunuh berantai yang kini seolah menghilang tanpa jejak. Tetapi, di antara semua itu, ada satu sosok yang menikmati kekacauan ini dengan senyuman sinis.
Namanya Arya. Dia adalah seorang mahasiswa jurusan psikologi, dikenal sebagai individu yang cerdas dan penuh perhatian. Tidak ada yang mencurigainya, tidak ada yang pernah tahu bahwa di balik senyumnya yang menenangkan, tersembunyi jiwa yang gelap dan kejam. Arya telah lama mengetahui rahasia Surya, mengamatinya dengan cermat, menunggu saat yang tepat untuk mengakhiri permainan ini.
Arya dan Surya pernah bertemu di sebuah seminar tentang psikologi kriminal. Saat itu, Arya sudah bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari Surya. Ada kilatan di matanya yang mengisyaratkan sesuatu yang lebih gelap dari sekadar minat akademis. Arya mulai menguntit Surya, mempelajari rutinitasnya, dan menyusun rencana yang sempurna untuk mengungkap sisi gelapnya. Ketika Surya mulai membunuh, Arya memutuskan untuk bermain, namun dengan peran yang berbeda.
Setiap pembunuhan yang dilakukan Surya diikuti oleh pengamatan cermat dari Arya. Dia mempelajari pola, teknik, dan motivasi Surya. Dan ketika dia merasa cukup siap, Arya mulai mengirimkan pesan-pesan anonim kepada Surya, mengguncang ketenangannya. Surat terakhir yang ditinggalkan di ruangan rahasia Surya adalah tanda bahwa permainan telah mencapai klimaksnya.
Setelah kematian Surya, Arya merasakan sensasi kemenangan yang aneh. Dia telah menyingkirkan pesaingnya tanpa harus mengotori tangannya dengan darah. Namun, dia tahu bahwa permainannya belum berakhir. Arya masih merasakan adrenalin yang mengalir dalam nadinya, merindukan sensasi itu. Dia memutuskan untuk tetap berada di belakang layar, mengendalikan permainan ini dari bayang-bayang.
Hari-hari berikutnya, Arya terus menjalani hidupnya dengan tenang, menyerap informasi dari media, mendengar desas-desus dari mahasiswa lain, dan mengamati penyelidikan polisi. Dia tahu bahwa dia harus lebih berhati-hati, tetapi rasa puas yang dia rasakan memberinya dorongan untuk terus maju.
Suatu malam, Arya menerima pesan anonim di emailnya. Pesan itu berisi foto-foto dirinya yang diambil secara diam-diam, dengan pesan yang singkat, "Aku tahu siapa kau." Arya merasa darahnya mendidih. Apakah ada seseorang yang mengamatinya seperti dia mengamati Surya? Rasa penasaran dan ketakutan mulai menyelimuti dirinya.
Arya mencoba melacak asal pesan tersebut, tetapi tidak berhasil. Setiap jejak digital tampaknya dihapus dengan sangat hati-hati. Arya mulai merasa seperti dia adalah bagian dari permainan yang lebih besar, sebuah permainan yang dia tidak sadari dia masuki.
Malam demi malam, Arya mulai merasakan tekanan. Dia tidak bisa tidur, selalu merasa ada yang mengawasinya. Setiap suara, setiap bayangan membuatnya gelisah. Dia mulai melihat halusinasi, bayangan Surya yang tersenyum di sudut kamarnya, suara bisikan yang mengganggu pikirannya.
Pada suatu malam, ketika Arya berada di laboratorium psikologi sendirian, dia menemukan sebuah cermin besar yang sebelumnya tidak ada di sana. Di atas cermin itu, tergores kata-kata, "Akhir Permainan." Arya merasa jantungnya berdegup kencang. Dia melihat bayangannya di cermin, namun bayangan itu tidak mengikuti gerakannya. Bayangan itu tersenyum, senyum yang sama dengan yang dilihatnya pada Surya.
"Apa yang kau inginkan?" Arya berteriak, suaranya menggema di ruangan kosong. Bayangan itu tidak menjawab, tetapi perlahan-lahan menghilang, meninggalkan Arya yang gemetar.