Lihat ke Halaman Asli

Nanang A.H

Pewarta

School Revolution dan Potret Pendidikan Saat ini

Diperbarui: 6 September 2022   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses mengajar, sumber: Pexel.com

Tiga hari yang lalu anak saya Faiza yang kini bersekolah disalahsatu Sekolah Menengah Atas Negeri di Tasikmalaya mengeluh, karena tugas pekerjaan sekolah yang dibebankan kepada dirinya dan teman kelasnya, dari salahsatu guru sejarah di sekolah tersebut

Guru tersebut menyuruh untuk membuat soal soal dan jawabannya dengan sistem permainan teka teki silang yang materinya diambil dari Sejarah Indonesia. 

Tak tanggung tanggung soal teka teki silang tersebut harus dibuat terdiri dari 100 soal dengan membuat soal dan jawaban sendiri dan dibuat dalam selembar kertas karton besar.

Menurut anak saya, awalnya sebenarnya tugas membuat soal dan jawaban teka teki silang tersebut hanya 10 soal, namun kemudian karena ada beberapa murid yang tidak mengerjakan tugas, akhirnya menghukum seluruh murid dengan tugas membuat masing masing 100 soal.

Yang jadi persoalan diantaranya adalah mengapa hukuman untuk siswa yang tidak mengerjakan harus  ditanggung oleh semua murid. Padahal hampir mayoritas siswa mengerjakan tugas tersebut. Dan ditambah tugas hukuman menjadi lebih berat menjadi menulis 100 soal. Inilah yg menjadi persoalannya. 

Terlepas dari persoalan tersebut saya jadi berpikir apakah model mengajar dengan banyak memberikan tugas semacam ini efektip bisa dicerna oleh para siswa saat ini. Dan apakah relevan dengan kondisi  saat ini.  

Bukankah guru harus terlebih dulu memberikan motivasi dengan meyampaikan materi yang mudah dipahami oleh siswa dan lebih jauhnya disenangi sehingga murid dengan sendirinya dengan kesadarannya tertantang dan menikmati dengan sukacita proses belajar dan mengajar seperti ini

Karena jika mereka terbebani dg banyaknya tugas apalagi ditambah karakter guru yg tidak ramah dan tidak menyenangkan dalam proses mengajarnya ini semua akan menjadi persoalan dan berdampak negatip bagi psikologis anak didiknya. Yang pada akhirnya materi pembelajaran susah untuk mereka pahami.

Tapi saya kira tidak semua guru menerapkan model yang sama dengan banyak memberikan tugas tersebut.  Mungkin hanya guru yang kurang kreatif dan berinovasi saja yang berbuat demikian.

Saya pernah bertukar pikiran dengan salahseorang teman yang berprofesi sebagai guru. Sebut saja namanya Budi.

Budi saat ini mengajar di salahsatu Sekolah Menengah Pertama di Kota Tasikmalaya dengan mengajar matapelajaran Bahasa Inggris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline