Lihat ke Halaman Asli

Nanang A.H

Pewarta, pegiat dan penikmat aksara

Menabur Benih Toleransi di Generasi Milenial

Diperbarui: 11 September 2020   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay.com

Indonesia dilahirkan sebagai negara yang majemuk.Yang kaya akan budaya,suku,agama,dan keyakinan

Tentunya hal ini tidak lepas sebagai negara kepulauan terbesar  di dunia yang berdampak kepada kemajemukan tersebut

Hal tersebut perlu disyukuri karena ini merupakan anugrah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita.

Dari sinilah kita banyak belajar tentang kebhinekaan sekaligus belajar memahami, menghargai, menghormati dari setiap perbedaan tersebut. Ini yang dinamakan sikap toleransi.

Namun tidak mudah untuk membumikan sikap toleransi ini. Karena sampai saat ini kita masih terus belajar dari setiap kejadian terkait masih maraknya kasus intoleransi di Indonesia.

Berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, Imparsial, Intoleransi masih menjadi tantangan terkini yang terus berulang terjadi di Indonesia.

Seperti dikatakan Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri dikutip Kompas.com (17/11/2019), dia mengatakan bahwa berbagai praktek intoleransi yg terjadi di Indonesia setiap tahunnya cenderung memiliki pola yang sama dan berulang tiap tahunnya. Paling sering kasus tentang penutupan tempat ibadah kelompok minoritas dan pembubaran kegiatan keagamaan tertentu.

Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita bagaimana kasus ini bisa diminimalisir dan dapat dicegah.

Yang lebih miris lagi adalah berdasarkan sejumlah studi menunjukan intoleransi dan radikalisme perkembangannya sudah menjalar ke generasi milenial. Sebagaimana dikutip dari Voaindonesia.com (15/1/2019).

Lembaga Maarif institute mencatat sejumlah pemuda terlibat dalam  beberapa aksi terorisme pada tahun 2018. Antara lain peledakan bom di surabaya yang melibatkan seorang pemuda YF 18 tahun dan upaya penusukan anggota polisi di Mako Brimob  yang melibatkan pemuda 18 tahun dan 21 tahun.

Selanjutnya hasil survei Wahid Foundation 2016 menunjukan 60% anak muda yang aktif di kegiatan rohani Islam (rohis), yang mengikuti pelatihan tertentu bersedia berperang ke wilayah konplik seperti Poso dan Suriah. 10 % dari mereka mendukung serangan bom di Thamrin Jakarta,ditambah 6% mendukung ISIS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline