Lihat ke Halaman Asli

"Cantik" Bukan Lagi Pujian, Pakaian Bukan Lagi Alasan

Diperbarui: 29 Juni 2021   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar ( source : behance.net)

Kita semua pasti sepakat jika setiap orang ingin diperlakukan dengan pantas dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman dan nyaman.  Lalu mengapa hampir semua wanita mengalami pelecehan saat melakukan aktivitasnya?

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya seminggu lalu saya dan teman saya pergi ke warung sate untuk melakukan wawancara untuk tugas kampus. Sebelum wawancara kami memesan sate sambil menyiapkan beberapa pertanyaan untuk wawancara. Ketika kami berbincang, kami di datangi oleh seorang pria yang tidak kami kenal dan dari sekian banyak kursi kosong dia memilih duduk di depan kami dan posisinya kami saling berhadapan. Awal kami tidak terganggu karena dia sama dengan kami pengunjung yang ingi makan sate dan dia bebas memilih duduk di mana saja.

Tak lama kemudian dia mencoba mengajak kami berbicara, tetapi tidak kami respon karena kami tidak kenal dengan orang tersebut dan kami kurang nyaman dengan percakapannya. Awalnya pertanyaan yang diberikan standar sampai akhirnya pertanyaan tersebut sudah masuk ranah privat kami berdua. Mulanya, kami pura-pura tidak mendengar apa yang dia katakan dan berharap dia segera pindah ke kursi lain. Celakanya, dia makin menjadi-jadi.

 Tak hanya melontarkan beberapa kata dia juga memplototi kami dan bertanya nomor hp kami. Tidak ada orang yang mencoba menghentikan tindakan pria tersebut, kami berpikir mungkin orang-orang masih menganggap itu hanya sebagai bentuk keramahan dan candaan belaka. Tapi percayalah itu sangat mengerikan bagi kami dan juga sangat menganggu. 

Akhirnya, kami tidak menyelesaikan makanan kami dan juga membatalkan wawancara dan segera pergi dari tempat kejadian. Saat itu saya menggunakan rok plisket dengan hoodie hitam dan juga jilbab yang menutupi dada dan teman saya menggunakan celana kulot dengan tunik yang oversized dan juga jilbab yang panjang.

Dari kasus saya di atas bisa dikatakan saya mendapatkan catcalling. Catcalling sendiri bisa dikatakan sebagai kasus pelecehan seksual yang cenderung menyerang psikis korban. Bentuk catcalling macam-macam, mulai dari siulan, komentar bernuansa seksis atau sensual, dipuji, dan menimbulkan rasa kurang nyaman dan juga perasaan takut bagi korban.

Kebanyakan dari catcalling ini biasanya perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan pria juga bisa mendapatkan catcalling ini. Dan kebanyakan kasus seperti ini terjadi di ruang publik seperti trotoar, angkutan umum, kantor, dan lain-lain.

Mungkin beberapa orang ada yang menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diambil pusing. Ini tergantung dengan masing-masing individu, ada yang bilang biasa aja tap ada yang bilang ini sebagai tindakan pelecehan. Semuanya dikembalikan kepada diri masing-masing.

Dilansir Kompas, Survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 25 November hingga 10 Desember 2018 dengan melibatkan setidaknya 62. 224 responden, yang terdiri dari perempuan dan juga laki-laki. 

Hasilnya sangat mengejutkan di mana perempuan menempati posisi tertinggi mendapatkan pelecehan seksual di ruang publik yaitu sebanyak 64% dan laki-laki sebanyak 11%. Bentuk pelecehan ini beragam mulai dari siulan (17 persen), komentar tubuh (12 persen), sentuhan fisik (10 persen), kode mata (9 persen) dan komentar bernada seksisme (7 persen).

Tak hanya itu, dikutip dari Tirto. ID,  baru-baru ini L'Oreal Paris melakukan sebuh riset secara nasional melalui IPSOS Indonesia, dan seperti yang dibayangkan sebanyak 82% perempuan di Indonesia mendapat pelecehan seksual dan dari 91% responden tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu korban.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline