Lihat ke Halaman Asli

Nahdatul Zahra

Mahasiswi - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sejarah Serta Persoalan Iman dan Kufur Menurut Aliran Maturidiyyah

Diperbarui: 2 Januari 2024   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama aliran Maturidiyyah ini diambil dari nama pendirinya yaitu, Abu Muhammad bin Mahmud al-Maturidi as-Samarkandi. Beliau seorang teolog Islam yang juga menjadi pengikut Abu Hanifah, sistem pemikirannya termasuk ke dalam golongan teologi ahl al-Sunnah dan dikenal dengan nama al-Maturidiyyah.

Munculnya aliran ini, serupa dengan aliran Asy'ariyyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran aliran Mu'tazilah, meskipun sebenarnya pandangan keagamaaan yang dianut hampir sama dengan aliran Mu'tazilah yang mana lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.

Dalam aliran Maturidiyyah ini terdapat dua golongan, yakni golongan Maturidiyyah Samarkand dan Maturidiyyah Bukhara. Golongan Samarkand adalah pengikut-pengikut al-Maturidi, mereka mengatakan bahwa paham al-Maturidi tentang kewajiban mengetahui Allah itu bersumber pada pendapat Abu Hanifah yang mengatakan akal dapat mengetahui Allah meskipun tanpa diberitakan oleh Rasulullah SAW.

Golongan Samarkand juga mempunyai paham-paham yang lebih dekat dengan paham aliran Mu'tazilah. Sedangkan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut al-Bazdawi. Golongan ini memiliki pendapat-pendapat yang lebih dekat kepada pendapat-pendapat aliran Asy'ariyyah.

Adapun soal iman dan kufur menurut aliran Maturidiyyah adalah bahwa iman itu tashdiq di dalam hati dan dijanjikan dengan melalui lidah. Barangsiapa yang percaya akan adanya keberadaan Allah SWT, kemudian kepercayaan itu diikrarkan dengan hati, maka orang tersebut telah dinyatakan sebagai orang beriman. Meskipun perbuatan dan perilakunya tidak sejalan dengan apa yang diyakini dan dijanjikan nya itu.

Al-Maturidi juga menambahkan bahwa orang mukmin yang berdosa ialah mereka yang menyerahkan persoalan mereka kepada Allah. jika Allah menghendaki, maka diampuni lah mereka sebagai kebaikan, kerunia dan rahmat-Nya. Maka sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki, maka mereka akan disiksa sesuai dengan batas dosa mereka, namun mereka tidak akan abadi dalam neraka. Mereka pantas mendapatkannya karena di dalam seorang mukmin terdapat iman, dan dengan iman itulah mereka mendapat pengampunan dari Allah SWT.

Nahdatul Zahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline