Lihat ke Halaman Asli

nahda eriza

Mahasiswi

Mencari Keadilan di Tengah Kekacauan Perjalanan Hukum Humaniter Internasional

Diperbarui: 3 Desember 2024   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum Humaniter Internasional dalam kajian Internasional

Hukum humaniter internasional (HHI) merupakan salah satu cabang utama hukum internasional yang bertujuan untuk melindungi korban konflik bersenjata, termasuk warga sipil, tahanan perang, dan mereka yang terluka dalam pertempuran. Namun, dalam implementasinya, perjalanan HHI kerap menghadapi tantangan besar. Kekacauan yang disebabkan oleh konflik geopolitik, kepentingan negara, hingga kurangnya penegakan hukum membuat keadilan sering kali menjadi hal yang sulit dicapai.

Artikel ini membahas kompleksitas perjalanan HHI, hambatan dalam implementasinya, dan bagaimana masyarakat global dapat terus berupaya mencari keadilan di tengah berbagai tantangan ini.

Evolusi Hukum Humaniter Internasional

HHI berkembang dari prinsip-prinsip dasar yang pertama kali dirumuskan pada abad ke-19. Salah satu tonggak penting dalam sejarah HHI adalah Konvensi Jenewa 1864, yang menandai lahirnya perlindungan terhadap korban perang melalui pembentukan Palang Merah. Prinsip-prinsip HHI kemudian diperluas dalam revisi Konvensi Jenewa berikutnya dan Protokol Tambahan yang mencakup konflik internasional dan non-internasional.

Dalam perkembangannya, HHI juga berkolaborasi dengan hukum pidana internasional. Lahirnya Pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia II dan pengadilan untuk kejahatan genosida di Rwanda (ICTR) serta bekas Yugoslavia (ICTY) menunjukkan upaya masyarakat internasional untuk menghukum pelaku pelanggaran berat.

Namun, tantangan baru terus bermunculan. Konflik modern sering kali tidak sesuai dengan kerangka yang diatur dalam HHI. Aktor non-negara, seperti kelompok bersenjata dan teroris, sering mengabaikan prinsip-prinsip ini, menciptakan celah besar dalam penerapannya.

Tantangan dalam Implementasi

1. Kompleksitas Konflik Modern
Konflik bersenjata modern sering kali melibatkan aktor yang tidak sepenuhnya tunduk pada aturan HHI, seperti organisasi teroris atau kelompok milisi. Contoh nyata adalah kehadiran kelompok-kelompok bersenjata di Suriah dan Yaman, di mana pelanggaran HHI terjadi secara sistematis, tetapi pihak yang bertanggung jawab sulit diadili.

2. Kurangnya Kepatuhan dan Penegakan
Meski banyak negara telah meratifikasi Konvensi Jenewa, tidak semua negara mematuhi prinsip-prinsip tersebut. Bahkan, kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Rusia, atau Tiongkok kadang enggan bekerja sama dalam penyelidikan internasional atau mematuhi putusan badan hukum internasional.

3. Ketimpangan Kekuasaan
Keadilan internasional sering kali dipengaruhi oleh ketimpangan kekuasaan. Pengadilan Pidana Internasional (ICC), misalnya, kerap dituduh bias terhadap negara-negara berkembang karena sebagian besar kasus yang ditangani berasal dari Afrika. Sementara itu, pelanggaran besar oleh kekuatan dunia sering kali diabaikan.

4. Kurangnya Sumber Daya dan Infrastruktur
Badan-badan internasional yang bertugas menegakkan HHI sering kali kekurangan sumber daya. ICC, misalnya, membutuhkan dukungan finansial dan logistik yang besar untuk menyelidiki kasus-kasus yang kompleks. Ini menjadi kendala besar dalam mengumpulkan bukti dan membawa pelaku ke pengadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline