Pukul empat dini hari dia keluar dari club dan berjalan tanpa arah, dan akhirnya memilih untuk duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari masjid. Disana dia mendengarkan sebuah bacaan ayat suci al-quran yang mampu menenangkan jiwanya. Dia melamun disana, entah apa yang dia pikirkan. Dia merasa hatinya tenang berada di depan masjid tersebut. Bahkan musik yang dia dengar begitu kerasnya di telinga tak mampu menenangkan jiwanya.
"Assalamualaikum Nak, sedang apa kamu disini?" tanya seorang ibu-ibu yang keluar dari masjid. Aku tak sadar bahwa ibu-ibu tadi sudah bubar, hanya tinggal seorang ibu ini yang menyapaku.
"Wa... Walaikumsalam" jawabnya terbata-bata. Tak heran jika Vania dapat menjawab salam, karena dia juga mempunyai teman seorang muslim.
"Ada apa dengan pakaianmu Nak? Kenapa kamu memakai pakaian yang memperlihatkan tubuhmu?" tanya ibu tadi sambil menutup tubuh Vania dengan kerudung panjang yang di bawanya.
Vania tertunduk malu. Dia sangat merasa malu dengan pakaian yang ia kenakan sekarang. Biasanya ia sangat menikmati pakaian terbuka, bahkan merasa bangga. Mungkin karena kejadian beberapa jam lalu yang membuatnya merasa jijik dengan dirinya sendiri. Ibu itu bernama Hamimah, dia sering di panggil Ummi Imah.
Setelah sekian lamanya Vania terdiam, akhirnya dia mau bercerita dengan Ummi Imah. Dengan sabarnya Ummi Imah menuntun Vania untuk kembali ke jalan yang benar. Ummi Imah juga mengajaknya ke rumah, ternyata rumah Ummi Imah tak terlalu jauh dengan rumah Vania. Ummi imah memberikan sebuah gamis beserta khimarnya. Vania yang merasa asing dengan pakain itu hanya menatapnya. Hingga akhirnya Vania mau menerima dan membawanya pulang.
Sesampainya di rumah, dia hanya mendapati ruangan yang kosong tak berpenghuni. Hanya ada asisten rumah tangga yang menyapanya.
"Non Vania dari mana? Kenapa baru pulang? Bibi khawatir, Non Vania tidak kenapa-kenapa kan?"
"Vania tidak apa bi. Bibi istirahat saja, Vania mau ke kamar."
"Sakit, sesak rasanya. Bukan mama atau papa yang menyambut kedatanganku. Namun malah Bibi yang bukan sedarah denganku. Ma, Pa Vania butuh kalian" batin Vania.
Sesampainya di kamar, Vania langsung ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air yang dingin. Dia menangis tanpa peduli dinginya air yang menusuk sampai ke tulang. Dia benci hidupnya, dia benci keluarganya. Dia di lahirkan begitu sempurna, namun cinta dan kasih sayang orang tua tidak pernah didapatkan.