Tulisan ini muncul, karna melihat bahwa pilihan pekerjaan ini - PMI - baik yang secara resmi, maupun yang "melalui jalan tikus" masih merupakan pilihan terbanyak yang diambil oleh Masyarakat (di) NTT khususnya (termasuk keluarga saya dan beberapa kawan), ketika berbicara tentang bagaimana mereka ingin Keluarga mereka sejahtera, atau anak mereka harus tetap bersekolah/kuliah.
"Teken" (dalam bahasa daerah kami, atau yang dikenal dengan sebutan merantau dalam Bahasa Indonesia), akan tetap menjadi sebuah pilihan utama, dibandingkan pilihan lain, meskipun suami/istri/orang tua orang yang akan merantau, juga punya pekerjaan dikampung. Hanya sayang, sampai dengan saat ini, pilihan tersebut, tidak diikuti dengan sebuah literasi memadai tentang pengelolaan keuangan (yang baik) dan (bagaimana menjaga) kesehatan diri pribadi, dan keluarga. Mungkin ada, namun tidak berlangsung secara terus-menerus.
Pengenalan tentang literasi keuangan dan kesehatan bagi pekerja migran indonesia merupakan langkah awal dalam memahami pentingnya mengelola dana untuk masa depan mereka sendiri dan keluarga yang lebih baik, dan menjaga kesehatan Pekerja khususnya sampai dengan hari tua.
Pekerja Migran Indonesia (PMI), adalah sebutan bagi setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. Istilah ini mengacu dari UU No. 18 Tahun 2017, Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dimana setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia kini disebut dengan istilah Pekerja Migran Indonesia (PMI), bukan lagi TKI atau TKW.
Mengutip dari money.kompas.com (https://bit.ly/43Nq7Qj) Pekerja Migran Indonesia meliputi:
- Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja berbadan hukum;
- Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja perseorangan atau rumah tangga; dan,
- Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan.
Sedangkan yang tidak termasuk sebagai Pekerja Migran Indonesia adalah:
- Warga Negara Indonesia yang dikirim atau dipekerjakan oleh badan internasional atau oleh Negara di luar wilayahnya untuk menjalankan tugas resmi;
- Pelajar dan Peserta Pelatihan di Luar Negeri;
- Warga Negara Indonesia Pengungsi atau Pencari suaka;
- Penanam modal;
- Aparatur sipil negara atau pegawai setempat yang bekerja di Perwakilan Republik Indonesia;
- Warga negara Indonesia yang bekerja pada institusi yang dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara; dan,
- Warga negara Indonesia yang mempunyai usaha mandiri di luar negeri.
Suryadi, dkk., dalam Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 7 (1 Juni 2022), yang berjudul "Pekerja Migran Indonesia dan Potensi Masalah Keluarga Yang Ditinggalkan" menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi TKI dan keluarganya secara umum menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu:
- Pengelolaan modal/remitan/kiriman hasil bekerja di luar negeri yang cenderung dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif;
- Meningkatnya kasus-kasus keretakan hubungan rumah tangga, seperti meningkatnya perselingkuhan, bahkan berujung dengan meningkatnya perceraian dan penelantaran anak;
- Permasalahan pembinaan anak-anak PMI.
Membangun literasi keuangan untuk dana pensiun dan kesehatan bagi pekerja migran Indonesia merupakan langkah penting untuk memastikan keberlanjutan keuangan mereka di masa depan.
Program ini, sebenarnya juga sudah dibuat oleh BP2MI bekerjasama dengan BP Jamsostek, juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjalin kerjasama dengan KJRI Hongkong. Namun sepertinya belum menyasar semua PMI, sehingga dapat dikata, hanya berapa persen PMI yang mungkin berpikir untuk sebuah "perubahan" tersebut.