Lihat ke Halaman Asli

Abaikan Mereka yang Buang Muka, Tetap Berikan Senyum Tulus dan Peluk Semesta Bersama Sang ESA

Diperbarui: 8 Juni 2023   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari-hari ku yang cuma ngalor-ngidul, ngetan-ngulon alias mondar-mandir gak jelas ternyata memicu reakai publik yang cukup luar biasa "bagi ku" hihihi. Pengangguran gabut yang tentu belum berpenghasilan ini keberadaannya meresahkan bagi sebagian manusia yang ku temui di sepanjang jalan ku menuju atau dari gubuk singgah ku.

Semakin asyik ketika aku bertemu dengan beberapa manusia yang memalingkan muka, hal tersebut menuntut ku untuk tertawa geli didalam hati "ngakak tapi ning batin sampai terpingkal-pingkal" hihihi, tapi saya tetap menjaga muka saya dengan senyum tulus dan sedikit menyapa untuk sekedar basa-basi, entah dimana letak kesalahan ku terhadap mereka, yang pasti aku pun sempatkan minta maaf kepadanya walau sama sekali tidak tahun letak kesalahan ku, semoga mereka dilembutkan hatinya. 

Tapi hal tersebut lucu, manusia-manusia tersebut setiap kali berjumpa dengan saya selalu buang muka, pasang muka sinis nan kecut, dan mereka akan salah tingkah ketika melihat kedatangan ku, hihihi apa tampangku kayak macan lapar ya? Padahal Alloh mengkaruniai muka ku begitu lucu, botak, tongos dan menggemaskan, mengapa mereka tidak tertawa? Apakah masih kurang lucu? Batin ku ngelawak dengan diri ku hihihi. 

Ku kasih senyum tulus dari kejauhan sampai dengan ku jabat tangan mereka, dengan uluk salam "tradisi Islam" yang mana dalam Islam dianjurkan untuk berjabat tangan dan mengucapkan Salam terlebih ketika bertemu sesama pemeluk Islam, alangkah romantisnya ketika cinta berbalas, bersambut, bersaut cinta, romantisme kehidupan muslim yang didambakan setiap insan. Semoga romantisme itu mampu terwujud, mereka yang membuang muka beralih memeluk, dan mereka yang memeluk akan terus memeluk. 

Abaikan perkara itu, belajar sabar dan tetap senyum kepada mereka adalah satu bentuk ibadah, demikian yang pernah aku dengar dari loteng rumah ku kala ba'da subuh sembari menunggu matahari terbit, kuliah subuh kala itu terus aku ingat dan mencoba untuk terus berusaha menerapkan apa yang sudah aku ketahui, walau belum bisa maksimal. 

Aku sangat sadar diri bahwa tulisan ini sangat tidak bermutu, harusnya aku malu untuk menayangkan, tapi ini bagian dari latihan ku untuk memulai menulis, aku ketik ini sehabis ziarah kubur mbah-mbah ku, rutinitas setiap kamis sore nyekar. Aku tunda sejenak ku simpan, karena maghrib untuk berbuka puasa, seusai berbuka saya gosok gigi dan berwudhu, kemudian ini aku lanjut satu paragraf ini. Aku rasa bodo amat dengan ketidak mutuan tulisan ini, ini bagian dari diri yang harus ku lewati. Lagi-lagi terima kasih yang berkenan membaca, semoga ada sejentik manfaat, berhubung waktu sudah menunjukkan pukul 18:18, sampai disini aku kahiri, terima kasih. Barokalloh 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline