Lihat ke Halaman Asli

Naftalia Kusumawardhani

TERVERIFIKASI

Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Masa Depan Mereka Sebagian Ada di Tangan Kita

Diperbarui: 7 Desember 2017   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari ki-ka : Mbak Avy (komandan Koneks), Nabila, Aflah, Sepupu, Bu Sri, Naftalia (Dok. Pribadi)

Bermula dari Program Kitabisa yang digagas oleh Kompasiana pada tahun 2015, para Kompasianer di Surabaya (Koneks) terlibat aktif dalam membantu kehidupan anak-anak luar biasa ini. Mereka bertiga bernama Tsaqif, Nabila dan Aflah. Ketiga saudara kandung ini berasal dari luar Surabaya. Nasib kurang baiklah yang membawa mereka ke kota tercinta ini.

Latar Belakang Keluarga

Setelah program bantuan lewat Kitabisa tersebut, para anggota Koneks secara sporadis tetap mendukung mereka bertiga. Pada hari Minggu (3/11) kemarin, Mbak Avy (Ketua Koneks) bersedia menemani saya untuk mengantarkan titipan barang dan uang dari teman-teman. Barang kebutuhan pokok 1 dos, baju-baju layak pakai sebanyak 2 dos dan sejumlah uang tunai untuk mereka.

Kedatangan kami berdua disambut oleh Ibu Sri, Nabila, Aflah dan seorang sepupu mereka (yang saya lupa siapa namanya .. ). Ibu Sri adalah bibi kandung terdekat dari keluarga ibunya. Penampilannya sederhana, murah senyum, suaranya lembut. 

Beliau mempersilakan kami untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Ponakan yang sedari tadi ikut mendengarkan, tiba-tiba duduk di pangkuan Bu Sri. Sementara Nabila dan Aflah duduk di sofa berbeda. Sambil ngobrol dengan Nabila, tampak sekali Aflah manja ke kakaknya. Dia memeluk, lalu bersembunyi di belakang kakak perempuannya. Sementara Tsaqif sedang membantu di masjid.

Tsaqif bersaudara adalah anak yatim piatu. Ayah dan ibunya sudah meninggal dunia. Sang ayah meninggal pada tahun 2011 karena sakit kencing manis. Ibunya menyusul kepergian suaminya pada tahun 2014. Seketika itu juga ketiganya kehilangan panutan hidup. 

Tak terbayangkan kesedihan mereka. Kehilangan satu orangtua saja sudah menimbulkan duka mendalam, apalagi dalam waktu tidak terlalu lama mereka harus merelakan kepergian ibunya secara mendadak. Diawali sakit panas, ibunya berobat dan tidak kunjung sembuh. Tidak lama kemudian sang ibu menghembuskan nafas terakhir disaksikan ketiga buah hatinya.

Untunglah ada Bu Sri, adik kandung ibunya yang segera memboyong mereka ke Surabaya. Ibu Sri sendiri bukanlah wanita yang berkecukupan. Hidupnya sederhana. Rumah yang ditempati adalah milik keluarga besar. Panggilan naluri sebagai bibi yang mendorong Bu Sri memboyong para keponakan tercinta. Sejak mereka kecil, Bu Sri sudah sering mengasuh ketiganya bila mereka berlibur ke Surabaya. 

Bu Sri sendiri tidak menikah. Hidupnya diberikan untuk membantu kakak-kakaknya. Sebelum mengasuh Tsaqif bersaudara, Bu Sri pernah mengasuh keponakan lain yang juga yatim piatu, namun sekarang keponakan-keponakan itu sudah mandiri. Sehari-hari kesibukan Bu Sri mengasuh para keponakannya. Sementara kakak-kakaknya bekerja, anak-anak mereka diasuh oleh Bu Sri. Bisa dibayangkan suasana rumah yang tidak pernah sepi dari canda tawa anak-anak dan tentu saja.. keributan khas anak-anak!

Bu Sri tidak bekerja di luar rumah, hanya ada dagangan gas LPG 3 kg yang tampak berderet di ruang tamu. Untuk memenuhi kebutuhan Tsaqif bersaudara, Bu Sri mengandalkan bantuan dari para saudara kandung lainnya serta bantuan dari donatur tidak tetap. Kebutuhan anak-anak tersebut selain kebutuhan sandang pangan, juga pendidikan.

Ki-Ka : Tsaqif, Bu Sri, Keponakan, Nabila, Aflah, dan saya (dok. pribadi)

Pendidikan Formal
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline