Lihat ke Halaman Asli

Naftalia Kusumawardhani

TERVERIFIKASI

Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Turn Over Tinggi Menjelang Akhir Tahun, Saatnya Perusahaan Berbenah Diri

Diperbarui: 4 April 2017   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Posisi yang Ditinggalkan 

"Bu, saya pamit. Ini hari terakhir saya di sini. Maafkan semua kesalahan saya ya?" Salah seorang karyawan terbaik pamitan. Fenomena karyawan resign menjelang akhir tahun bukan hanya dia seorang saja, tapi beberapa orang. Biasanya HRD akan menaruh perhatian lebih pada karyawan yang masa kerjanya lebih dari satu tahun. Bila mendekati akhir tahun, setelah THR dibagikan, banyak karyawan mundur, maka sudah saatnya perusahaan waspada.

Salah satu indikator kesehatan organisasi adalah angka turn over. Makin tinggi turn over karyawan, makin gawat situasi di tempat tersebut. Terutama bila karyawan yang resign bukan hanya karyawan lama, tapi karyawan baru pun ikutan hengkang. Dalam industri dikenal 3M (Man, Machine and Method) dengan rumusan : Man (SDM) lama, mesin-mesin baru dan metode kerja dinamis. Itu yang seharusnya.

Namun yang terjadi kebalikannya : SDM baru terus menerus, mesin-mesin ketinggalan jaman, dan metode kerja acak-acakan (tergantung pimpinan baru, atau anak bos yang baru pulang dari sekolah di LN). Lebih parah lagi ada arogansi perusahaan yang tersurat : 'Kalau nggak suka kerja di sini, ya silakan keluar. Masih banyak orang lain butuh kerjaan di luaran sana. So, go head!'.

Suasana kerja tidak kondusif tidak akan mampu mengimbangi besaran gaji berapapun. Suatu titik dalam perjalanan karir, sehebat apapun karyawan itu, dia akan berhenti. Sistem reward dan benefit memang mampu meredam untuk beberapa waktu lamanya, tapi tidak akan bertahan lama. Saat itulah karyawan-karyawan terbaik dalam bidangnya beralih pada perusahaan lain.

Suasana tidak kondusif dapat pula dilihat dari sistem penilaian kinerja. Ketika sistem reward dan benefit tidak menghasilkan kepuasan, pastilah sisi penyimbang dari sudut perusahaan adalah sistem performance appraisal. Tekanan pada karyawan dititikberatkan pada kinerja maksimal dengan kompensasi minimal. Kemudian sistem kepemimpinan menjadi primadona.

Siapa yang dekat dengan kekuasaan, akan memperoleh kemudahan dan fasilitas berbeda. Para karyawan yang low skills and low attitude bisa ditengarai adalah mereka yang mendekat erat mesra lingkaran kekuasaan. Apalagi bila ditambah embel-embel 'masih sanak saudara pimpinan'. Lengkap sudah.

Lalu bagaimana mengidentifikasi penyebab karyawan resign? Salah satunya exit interview. Wawancara ketika mereka keluar kerja. Pada saat awal mereka tidak akan memberikan alasan yang sesungguhnya. Beberapa alasan yang umum diterima oleh perusahaan misalnya :

Ingin Berwirausaha. Alasan ini biasanya dikemukakan oleh karyawan berposisi cukup bagus. Tapi bila ditanya lebih lanjut, mereka tidak mampu menjawab bagaimana usaha sendiri itu akan dijalankan. Hampir bisa dipastikan 80% dari karyawan yang ingin berusaha sendiri itu akan bekerja di perusahaan lain yang sejenis. Sementara 20% sisanya bekerja sebagai konsultan untuk bidang pekerjaan yang sama.

Mengapa memilih eksodus pada akhir tahun? Situasi perusahaan lama yang tidak menyenangkan membuat mereka seolah-olah ingin tutup buku dan memulai tahun baru dengan karir baru.

Fokus Pada Keluarga. Mulai dari menjaga orangtua yang sakit, anak yang bermasalah dan butuh perhatian, hingga ke dicabutnya ijin kerja oleh pasangan. Intinya keluar dari pekerjaan karena ingin kembali pada keluarga. Lebih mengutamakan keluarga. Mereka ini umumnya karyawan yang mencintai pekerjaannya, bahkan rela berkorban dan mengorbankan waktu bersama keluarga, namun penghargaan dari perusahaan tidak seimbang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline