Lihat ke Halaman Asli

Nafla Rizqyanisa

Murid yang iseng.

Cerpen: Perahu Kecil di Lautan Lepas

Diperbarui: 24 November 2023   02:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore ini, udara terasa memanggang kulitku. Kendaraan-kendaraan berlalu lalang di perempatan ini, disertai limpahan polusi yang memeluk hidungku. Sebuah kondisi yang tidak mendukungku untuk sekadar menyeberang jalan menuju trotoar sana.

Akhirnya, lampu merah menyala. Aku segera berjalan melewati puluhan kendaraan ini. Namun, tengah menyeberang tiba-tiba para pengemudi kendaraan menyuarakan klakson mereka. Ternyata, lampu sudah kembali hijau. Tidak sempat berpikir, aku langsung berusaha lari, tapi aku merasa udara panas nan kotor ini telah merampas seluruh energiku, sehingga aku terjatuh. Panik, namun kelelahan, aku tetap tergeletak tak berdaya di tengah zebra cross, selagi dibisingi paduan suara klakson. Kemudian, telingaku disambut lagi dengan suatu suara keras yang kukenali...

..."JENGG!" ponselku yang kuletakkan di sebelahku membunyikan ringtone telepon lagu kesukaanku. Aku terkejut di kasurku. Ternyata, semua itu hanya mimpi, dan aku dibangunkan oleh panggilan telepon dari Jessi. Aku pun menerimanya.

"Halo, Jess?"

"Eh, pagi Indri, aduh, maaf ya ganggu pagi-pagi gini... anu, kamu bisa datang pagi ke sekolah nggak pagi ini? Aku perlu bantuan merangkai presentasi untuk technical meeting ini, tapi harus sudah selesai pagi ini juga! Kamu bisa kan?"

Aku yang masih memproses mimpi kendaraanku tadi dan berapa kali Jessi mengatakan "pagi" dalam sekali berbicara diam sebentar, kemudian kembali sadar bahwa aku sedang berada dalam sebuah percakapan.

"Oh, eh, iya nggak pa-pa Jess, nanti aku bantuin,"

"Nanti kamu kubelikan jus alpukat kantin! Makasih ya, Ndri!"

Jessi menutup teleponnya. Muncullah digit jam di layar ponselku, yang menunjukkan sekarang masih jam 2. Jessi yang sableng ini kelihatannya sedang melembur demi OSIS seperti biasa. Tak heran tadi omongannya agak latah. Aku memasang alarm jam 4, dan kembali tidur.

Aku kembali dibangunkan oleh suara keras di sebelahku. Aku kemudian segera bersiap-siap sekolah - aku menyempatkan sarapan dan merias diri lebih lama agar "hari rajin"ku ini makin terasa lebih produktif. Aku pamit dengan orang tuaku, dan langsung meluncur dengan motorku.

Meski ganjil, inilah gambaran kasar keseharianku. Bangun pagi, sarapan dan berrias, mengendarai motorku ke sekolah, dan lanjut menjadi "pejuang ilmu" yang lebih terasa seperti pekerja rodi tugas dan perintah dari sekolah. Bagian membantu teman - terutama Jessi - juga tidak jarang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline