Lihat ke Halaman Asli

Nafiska Ariyani

Mahasiswa S1 Bahasa Sastra Arab

Konsumsi Budaya dalam Era Globalisasi

Diperbarui: 29 September 2024   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Globalisasi budaya adalah proses yang menghubungkan manusia di berbagai belahan dunia tanpa batasan geografis. Salah satu dampak nyata dari globalisasi ini adalah munculnya budaya populer global, di mana budaya dari satu negara, terutama negara Barat, menyebar dan diadopsi oleh banyak negara lain. Budaya populer Barat, seperti musik, makanan, fashion, dan gaya hidup, menjadi konsumsi sehari-hari bagi masyarakat di berbagai belahan dunia. Akibatnya, dunia seolah menjadi homogen, atau seragam, di bawah pengaruh budaya Barat (Budi Setyaningrum, 2018).

Budaya Barat yang mendominasi melalui globalisasi sering kali dianggap menggerus budaya lokal. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai mengadopsi gaya hidup dan tren dari Barat. Fashion, makanan cepat saji, dan musik pop dari Barat sangat populer, sementara budaya lokal mulai kehilangan daya tariknya. Namun, di sisi lain, globalisasi juga memberikan peluang untuk saling memahami dan mengenal budaya antarnegara. Budaya lokal masih bisa bertahan jika masyarakatnya sadar akan pentingnya melestarikannya (Budi Setyaningrum, 2018).

Di dunia fashion, pengaruh globalisasi sangat jelas. Fashion bukan hanya sekadar pakaian untuk melindungi tubuh, tetapi juga menjadi simbol status dan cara mengekspresikan diri. Orang-orang mengikuti tren fashion yang populer di negara-negara Barat karena dipandang keren atau mewah. Media dan selebriti mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti tren tertentu, dan ini sangat terlihat pada generasi muda yang sering mengikuti tren fashion dari luar negeri (Nugroho, 2023).

Fashion kini berkembang sangat cepat, dengan tren baru yang selalu muncul. Salah satu tren yang sedang populer adalah pakaian bekas atau "thrift store." Banyak anak muda yang memilih membeli pakaian di thrift store karena selain harganya murah, mereka bisa menemukan pakaian unik dengan gaya vintage atau retro. Tren ini mencerminkan bagaimana konsumsi fashion tidak hanya tentang mengikuti arus, tetapi juga tentang menemukan jati diri melalui gaya berpakaian yang unik (Nugroho, 2023).

Meski globalisasi membawa banyak pengaruh budaya luar, tidak berarti budaya lokal harus hilang begitu saja. Banyak budaya lokal yang masih bisa beradaptasi dan bertahan di era globalisasi ini. Budaya lokal tidak hanya bisa menyesuaikan diri, tetapi juga bisa diangkat menjadi bagian dari tren global. Misalnya, batik yang dulu hanya dianggap sebagai pakaian tradisional Indonesia, sekarang bisa dipadukan dengan desain modern dan dikenakan di berbagai acara internasional (Budi Setyaningrum, 2018).

Namun, kita juga harus berhati-hati dalam mengonsumsi budaya global. Jika kita terlalu banyak mengadopsi budaya luar, ada risiko kita kehilangan identitas budaya sendiri. Budaya lokal yang kaya dengan kearifan tradisional bisa tergantikan oleh budaya Barat yang lebih mengutamakan konsumerisme. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya lokal, meskipun kita terbuka terhadap pengaruh global (Budi Setyaningrum, 2018).

Di era sekarang, media memainkan peran besar dalam menyebarkan budaya global. Marshall McLuhan, seorang pakar media, pernah berkata bahwa "media adalah pesan itu sendiri." Artinya, media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk cara kita berpikir dan bertindak. Melalui iklan di media sosial, seperti Instagram atau TikTok, kita sering kali terpapar oleh tren dan produk dari luar negeri. Produk-produk ini tidak hanya menawarkan fungsi praktis, tetapi juga menjanjikan gaya hidup tertentu yang membuat kita merasa lebih keren atau lebih berkelas (Hasyim et al., 2018).

Iklan sekarang lebih canggih dan bukan sekadar mempromosikan produk. Iklan juga membentuk citra dan makna dari produk tersebut. Misalnya, iklan sepeda motor bukan hanya tentang fitur sepeda motor itu sendiri, tetapi juga tentang bagaimana sepeda motor tersebut bisa membuat penggunanya merasa lebih berjiwa muda dan petualang. Iklan ini mempengaruhi cara kita berpikir tentang produk dan bahkan cara kita memandang diri sendiri sebagai konsumen (Hasyim et al., 2018).

Pada akhirnya, konsumsi budaya global menunjukkan bagaimana kita sebagai manusia modern terhubung dengan budaya lain. Meski kita mengonsumsi produk dari luar, kita tetap harus mempertahankan identitas kita. Kita bisa belajar banyak dari budaya global, tetapi pada saat yang sama, kita juga harus menghargai dan melestarikan budaya lokal yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari (Budi Setyaningrum, 2018).

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadi konsumen yang bijak. Kita perlu memilih apa yang kita konsumsi dengan cermat, bukan hanya mengikuti tren tanpa berpikir. Konsumsi budaya bukan sekadar mengikuti apa yang populer, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan antara mengadopsi hal baru dan melestarikan apa yang sudah kita miliki (Umanailo et al., 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline