Perkembangan bahasa anak ditempuh melalui cara yang sistematis dan berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya. Menurut
Lenneberg (dalam Purwo 1997) perkembangan bahasa anak seiring dengan perkembangan biologisnya.
Hal inilah yang digunakan sebagai dasar mengapa anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan anak pada umur tertentu pula belum dapat berbicara. Akan tetapi, dalam perkembangannya, pada umumnya anak memiliki komponen pemerolehan bahasa yang hampir sama, baik perkembangan fonologinya, sintaksisnya, semantiknya, maupun pragmatiknya. Hal ini tentunya dilihat dari segi perkembangan bahasa anak yang normal. Kesemua komponen tersebut, dapat dilihat dari gejala dan tingkah laku anak, seperti diuraikan Levin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Anak (Jalongo, 1992 : 13).
Menurut Levin, pada masa perkembangan sistem bunyi (fonologis) anak memiliki keutuhan dalam bersuara, pada masa perkembangan sintaksisnya (sistem gramatikal) anak telah mampu memproduksi suara, pada masa perkembangan sistem maknanya (semantik) anak telah memiliki keutuhan dalam memberikan makna, dan pada masa perkembangan sistem sosial bahasanya (pragmatik) anak telah mampu menerapkan ucapan dalam kehidupan sosial secara utuh.
Dworetzsky 1990, dalam Enny Zubaidah 2004:3, menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia mengalami perkembangan bahasa melalui dua tahapan, yakni Pralinguistik dan Linguistik. Berikut penjelasannya dari dua tahapan tersebut.
Periode Pralinguistik, Periode pralinguistik adalah masa anak sebelum mengenal bahasa, atau mampu berbahasa. Saat bayi mulai tumbuh, secara berangsur-angsur ia mengembangkan bahasanya melalui urutan tahap demi tahap.
Tahap pertama, sejak lahir sampai sekitar usia 2 bulan yaitu masa fonasi (pahonation stage). Selama ini bayi sering membuat apa yang disebut bunyi-bunyi yang menyenangkan. Ini adalah bunyi-bunyi “quasi vower” (disebut "quasi" karena tidak sepenuh dan sekaya suara vokal yang dibuat berikutnya). Kuasi vokal dibentuk dari suara yang mirip bahasa pertama (Dworezky, 1990). Antara usia 2 dan 4 bulan, bayi biasanya berada pada going stage, yaitu bayi mengucapkan kata sejenis dengan kombinasi quasi vokal dengan keras, sebagai tanda awal konsonan. Antara 4 dan 7 bulan anak memproduksi beberapa kata baru, disebut masa expansion stage.
Tahap kedua, setelah anak belajar mengeluarkan suara dalam bentuk tangis, anak mulai mengoceh (bablingstage). Bunyi yang muncul pada masa ini, yakni antara 7 sampai 10 bulan, berupa bunyi yang dapat dipisahkan antara vokal dan konsonannya, namun belum ada bunyi yang membedakan makna. Antara usia 7 dan 10 bulan tersebut, ocehan bayi semakin meningkat karena dia mulai menghasilkan suku kata dan menirukan seperti ucapan 'bababa' atau 'mamama'. Ini disebut tahap kononikal (cononical stage). Yang menarik adalah, bayi yang mampu mendengar segera mulai mengoceh suku kata kononikal, sedangkan bayi tuli yang juga berada pada masa mengoceh, tidak dapat mengucapkan bunyi kononikal tersebut (Oller & Eiler, dalam Dworetzky, 1990:214).
Tahap ketiga, bayi setelah melalui masa kononikal, secara meningkat bayi mempersempit penggunaan fonem mereka, terutama pada fonem yang akan mereka gunakan daIam bahasa yang mereka pelajari. Ini disebut dengan tahap kontraksi (contraction stage) dan umumnya terjadi antara usia 10 dan 14 bulan. Pada masa ini bayi juga memperoleh langkah dan irama bahasa. Tampaknya balikan diperlukan sebelum masa kontraksi dimulai. Bayi akan belajar meniru apa yang mereka dengar.
Perkembangan bahasa anak tahap pralinguastik ini, sejak bayi lahir sampai usia 11 bulan. Pada tahap perkembangan bahasa ini, anak tampak masih dalam taraf berlatih mengenal lingkungannya sendiri atas dasar yang dirasakan, dilihat, dan didengarnya. Ketika anak merasakan sesuatu, sementara dia belum mampu mengucapkan sesuatu, anak hanya mampu memberikan pertanda bahwa dia senang atau tidak senang. Ungkapan rasa tidak senang, ditunjukkan dengan menangis atau menunjukkan kegelisahannya. Ketika anak senang, dia mampu menunjukan kesenangannya, misalnya dengan tidak rewel, melakukan gerakan yang positif, selalu memberikan respon ketika diajak berkomunikasi.
Periode Linguistik, Kata infans berasal dari kata latin "tanpa ucapan" atau "tidak berbicara". Kata infant (bayi) berasal dari Infans (Dworetzky,1990). Hal tersebut tampak logis jika dianggap kata-kata yang kali pertama diucapkan oleh seorang anak sebagai titik akhir masa bayi. Pada masa tersebut, anak sudah mulai tampak perkembangan bahasanya, ia sudah mulai mampu menggunakan kata-kata dalam berbicara. Kata yang dimaksud adalah ucapan yang berhubungan langsung dengan benda atau kegiatan tertentu, sebagai bentuk dasar. Misalnya mama, papa, baba dan baru kemudian mempelajari kata abstrak. Ini terjadi antara umur 10 sampai 17 bulan (Benedict, 1979 dalam Dworetzky, 1990).
Jalongo (1992:8-9) mengelompokkan perkembangan linguistik ini sebagai tahapan kedua Pada awal tahun pertama yakni usia sekitar 12 bulan, anak menggunakan kata antara 3-6 kata (holofrase). Tahap berikutnya anak berusia antara 12 sampai 18 bulan, anak telah mampu menggunakan kata benda yang luas serta telah mampu menggunakan kosakata yang terdiri antara 3 sampai dengan 50 kata. Pada usia sekitar 2-3 tahun, anak sudah mampu menerima bahasa dengan menggunakan bahasa telegrafik 2-3 kata. Anak, selanjutnya mampu berkomunikasi dengan menggunakan kata antara 3-50 kata.