Walaupun kejadiannya sudah sangat lampau, tetapi kejadian ini terus terkenang dalam ingatan saya. Kejadiannya yaitu ketika di hari Rabu, 14/12/22 terjadi kesurupan massal di tempat wisata Tanah Lot Bali. Bertepatan dengan saya melakukan ujian akhir Bahasa Inggris dalam program “Examination Fourth Months” di Kampung Inggris Pare. Pada saat itu saya mendatangi Lot Bali dengan semua rombongan dari Pare, dan sampai pada pagi harinya.
Pada pagi hari saya melakukan aktivitas seperti mandi, sarapan, dan selanjutnya memulai mencari target orang luar negeri untuk saya wawancarai. Dan selepas saya menyelesaikan tugasnya, saya mulai berjalan jalan dan berfoto seperti pada lampiran foto di atas. Semuanya masih berjalan seperti biasanya dan semuanya masih menikmati liburan dan sebagainya.
Tepat pada siang harinya, mulai ramailah para pengunjung di situ. Di samping itu, mulai terlihat ada acara adat tahunan. Semacam gunungan sayur, buah, dan makanan yang dipersembahkan pada acara itu. Acara itu berlangsung cukup lama, dan sewaktu saya menyadari itu adalah acara adat, kebetulan saya sudah mau menuju ke tujuan selanjutnya.
Sembari saya jalan menuju sebuah shuttle bus yang berada di parkiran, tiba-tiba terdengar sebuah terikan yang cukup kencang di sebuah parkiran itu. Itu membuat jantung hati yang sudah dimiliki, tiba-tiba terbangun kencang. Di situ teman saya juga kaget serta penasaran, akan tetapi pemandu menyuruh untuk cepat-cepat naik shuttle bus. Alhasil saya tidak bisa melihat ada apa gerangan di sana.
Ketika saya sudah mencapai tujuan akhir saya yaitu ke Pantai Malasti Bali, dan sudah menikmati indahnya pemandangan di pesisir pantai. Kemudian malam harinya saya terpikirkan tentang kejadian pada waktu itu. Rasa penasaran masih menghantui saya dan teman-teman di dalam shuttle bus yang menuju ke hotel.
Setibanya di hotel, teman saya ada yang mengirimkan sebuah berita terkini kepada “Grup WhatsApp Pencari Bule”. Dalam pesan tersebut menyebutkan kejadian di Tanah Lot Bali kemarin, Bahwasanya ada rombongan anak SMP Sleman yang berkunjung ke situ tetapi pada sembrono ketika acara adat sudah selesai. Sembrono di situ yaitu menendang dupa, bunga dan semacamnya secara sengaja di tiap jalanan Tanah Lot Bali.
Walaupun acara sudah selesai, akan tetapi suasana di situ pada siang hari kemarin terasa hening, sejuk, dan tidak dapat dijelaskan secara rinci. Intinya suasana sakral masih dekat dengan kita. Saya dan teman-teman saya juga sangat berhati-hati takut menginjak bunga yang ada di situ atau sesajen.
Tetapi malah anak-anak dari SMP Sleman tidak memikirkan hal tersebut merupakan bagian dari upacara adat yang harus kita hormati, apalagi di situ kita sebagai pengunjung yang harusnya menjaga etika ketika berkunjung di tempat yang baru.
Dari berita yang ada, dijelaskan kalau pada akhirnya anak-anak dari SMP Sleman dipanggilkan oleh pemangku adat setempat, dan diperingatkan agar tidak bertingkah seenaknya kembali.
Pada akhirnya rasa penasaran akan teriakan itu sudah terpenuhi, yang sebelumnya saya dan teman-teman mengira itu adalah hantu, ternyata memang iya. Keesokan paginya saya melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Pare untuk menyelesaikan laporan akhir saya. Dari cerita pengalaman berwisata ini, saya mendapatkan sebuah pembelajaran bahwasanya ketika kita menginjak tempat di mana pun itu, wajib bagi kita untuk menjaga sopan santun. Ada pepatah mengatakan “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.