Regionalisasi kabupaten Banyuwangi menjadikan kesatuan wilayah ini menaungi tingkat kewilayahan lain yang berada di bawahnya, seperti kecamatan Banyuwangi itu sendiri yang hingga saat ini menjadi pusat kota. Dengan jangkauan wilayah yang luas, kecamatan Banyuwangi memiliki berbagai fasilitas yang ada di tiap-tiap pembagian wilayah di bawahnya. Berdasarkan gagasan Lucky Caroles (2024), disimpulkan bahwa fasilitas publik mencakup berbagai sub fasilitas, seperti: fasilitas ekonomi (pasar, mal, pertokoan), fasilitas transportasi (terminal, stasiun kereta, bandara), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, apotek), fasilitas pendidikan (sekolah, perguruan tinggi), fasilitas ibadah (berbagai tempat ibadah keagamaan), fasilitas keamanan (kantor polisi, pemadam kebakaran), fasilitas rekreasi (ruang terbuka hijau, taman bermain), dan fasilitas-fasilitas yang lainnya. Pasar sebagai salah satu contoh fasilitas ekonomi merupakan suatu ruang publik yang digunakan masyarakat sekitar untuk berinteraksi dan bernegosiasi guna menghidupi keberlangsungan ekonominya masing-masing. Aspek keamanan dan kenyamanan pasar perlu dimasifkan demi terciptanya ruang lingkup perniagaan yang efektif dan efisien.
Di kecamatan Banyuwangi, revitalisasi Pasar Induk Banyuwangi yang berada di pusat kota tepatnya pada Jalan Susuit Tubun, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi, telah dilaksanakan sejak akhir bulan Mei 2024. Revitalisasi tersebut tak hanya akan memberikan pengaruh dalam batasan ruang lingkup pasar saja, tetapi juga arus lalu lintas di sekitarnya. Namun sebagai wilayah yang hanya terpisah oleh batas administratif tingkat kelurahan, fasilitas publik Pasar Blambangan yang berada di Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Singotrunan, Kecamatan Banyuwangi memperlihatkan adanya ketimpangan yang cukup besar. Kondisi pasar tradisional yang dinilai masih kurang eksplisit dalam segi tata ruang, maraknya parkir liar, serta pedagang kaki lima yang tetap badung berjualan di jalur pejalan kaki menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi fungsi kerja pasar secara seutuhnya. Hal ini juga memberikan dampak berupa timbulnya kemacetan di waktu produktif pasar yang terjadi bersamaan dengan waktu produktif arus lalu lintas, terutama saat pagi hari dan sore hari. Biarpun terdapat alternatif ruas jalan bagi kendaraan muatan besar, penumpukan kendaraan berupa motor dan mobil mengakibatkan masalah lalu lintas yang tak kunjung usai dalam kurun waktu sekian tahun lamanya.
Pertimbangan lain yang menjadi alasan perlunya revitalisasi Pasar Blambangan, karena pasar ini merupakan salah satu pasar yang secara defacto masih berada di satu kecamatan yang sama, yakni kecamatan Banyuwangi. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan bermacam mata pencaharian di Pasar Blambangan ini. Namun, masih banyak pula catatan yang menjadi tugas dan perlu diselesaikan demi menghidupkan kembali fungsi kerja pasar secara seutuhnya. Salah satunya, konstruksi drainase aliran pembuangan limbah atau selokan yang masih buruk, sehingga hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengapa seolah tak ada tindakan dan penanganan. Kurang maksimalnya konstruksi drainase tersebut menyebabkan terjadinya luapan air yang menggenangi sebagian wilayah pasar bahkan hingga meluap ke area jalan. Tak hanya saat musim hujan, frekuensi luapan air kotor yang juga menimbulkan polusi bau itu juga sering terjadi saat pertokoan di wilayah pasar secara bersamaan membuang limbah ke selokan. Hal ini menimbulkan berbagai masalah kesehatan mulai dari nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit demam berdarah ataupun penyakit Leptospirosis yang berasal dari bakteri pada tikus hingga berpotensi menyebabkan kematian. Hambatan yang mampu menghalangi efektivitas dan efisiensi kerja pasar, dimulai saat luapan bahkan hingga setelah luapan limbah air terjadi. Tidak hanya perlu mengamankan barang dagangan agar terhindar dari limbah, kerugian timbul akibat proses jual beli yang terhambat akibat hilangnya minat transaksi oleh pembeli, serta perlunya biaya besar untuk pembersihan lahan sampai dengan menggantikan barang dagangan yang rusak dan tidak layak.
Oleh karena itu, pemerintah kabupaten Banyuwangi khususnya kecamatan Banyuwangi perlu terus meningkatkan kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi dan upaya pembangunan suatu wilayah tidak hanya dinilai dari induk kotanya saja. Namun juga ditinjau dari konsep dan nilai pemerataan pembangunan wilayah yang pada akhirnya turut menjadi tolok ukur keberhasilan, bukti, dan indikator pertumbuhan serta perkembangan fasilitas publik yang berlangsung di wilayah tersebut. Sehingga, jangan sampai terjadi ketimpangan seperti pada Pasar Blambangan yang menunjukkan perbedaan signifikan dibanding dengan Pasar Induk Banyuwangi. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi kebijakan tata kelola pasar sekaligus daerah di sekitarnya, seperti aliran pembuangan limbah atau selokan. Selain itu, perbaikan arus lalu lintas dan penyediaan lahan serta penjaga parkir yang resmi juga perlu dilakukan di pasar Blambangan. Hal ini semata-mata bukanlah untuk mempercantik tampilan fisiknya saja, melainkan guna mengembalikan fungsi kerja pasar yang seutuhnya, meningkatkan kuantitas pengunjung, menunjang kenyamanan pembeli, memperbaiki arus lalu lintas dan keamaanan pengendara, serta menunjang aktivitas-aktivitas lain di daerah sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Caroles, Lucky. 2024. Transportasi Dalam Tata Ruang. Jawa Tengah: Wawasan Ilmu.
Rifki. 2023. Pasar Tumpah di Lateng Banyuwangi Sebabkan Kemacetan. https://www.rri.co.id/berita-foto/864/pasar-tumpah-di-lateng-banyuwangi-sebabkan-kemacetan, diakses pada 17 Agustus 2024 pukul 21.53 WIB.
Susanti, Riza; Previari Umi Pramesti: Shifa Fauziyah. 2022. Desain Bangunan Multifungsi: Pasar dan Fasilitas Umum di Kabupaten Semarang. Jurnal Pengabdian Vokasi. Vol. 02, No. 03.
PROFIL PENULIS