Oleh : Nafilah NurJannah/2274201001656
Dalam kehidupan bermasyarakat, mengenai harta warisan merupakan hal yang peka dan seringkali menjadi persoalan dalam keluarga. Karenanya diperlukan pengaturan yang cermat dan memenuhi unsur kepastian hukum yang berfungsi sebagai bukti tertulis yang menjelaskan kedudukan ahli waris dari orang yang meninggal dan meninggalkan harta warisan (pewaris), yang dikenal sebagai surat keterangan waris.
PENGERTIAN HUKUM WARIS
Hukum waris perdata atau yang lebih dikenal sebagai hukum waris barat diterapkan oleh masyarakat nonmuslim termasuk warna negara Indinesia keturunan, baik Tionghoa ataupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).
Dalam sistem hukum waris perdata menganut sistem individual yang mana setiap ahli waris memiliki harta warisan sesuai dengan bagiannya masing-masing. Berikut cara atau aturan hukum waris perdata.
* Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang, di antaranya sebagai berikut.
1. Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya.
2. Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya.
3. Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas.
4. Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
* Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
Hukum waris Islam digunakan oleh masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam. Hukum waris tersebut diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yakni materi hukum Islam yang ditulisa dalam 229 pasal.
Hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif ataupun mayorat. Oleh sebab itu, pewaris dapat berasal dari pihak bapak atau ibu. Dalam hukum waris Islam terdapat tiga syarat agar pewarisan dapat dinyatakan ada sehingga haknya menjadi sah diserahkan kepada seseorang atau ahli wari yang menerima warisan sebagai berikut.
* Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan secara hukum ia telah meninggal. Jika ada pembagian atau pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah.
* Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
* Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.
Jenis-Jenis Warisan
Secara umum, warisan dapat dibedakan menjadi dua jenis:
Warisan Benda
Merupakan harta benda yang dapat diwariskan, seperti tanah, bangunan, kendaraan, uang tunai, perhiasan, dan lainnya.
Warisan Non-Benda
Merupakan hak atau kewajiban yang dapat diwariskan, seperti hak paten, hak cipta, warisan budaya, dan lainnya.
Warisan Bersifat Materiil
Warisan materiil dapat berupa benda bergerak, benda tidak bergerak, atau hak-hak yang dapat dinilai dengan uang. Contohnya: rumah, tanah, uang, kendaraan, dan perhiasan.
Warisan Bersifat Imateriil
Warisan imateriil berupa hak-hak non-materiil, seperti hak cipta, hak paten, dan warisan budaya. Warisan imateriil ini tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi memiliki nilai moral dan budaya.
Hak dan Kewajiban Ahli Waris
Ahli waris memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum waris. Hak ahli waris meliputi:
* Hak menerima bagian warisan sesuai dengan ketentuan hukum.
* Hak untuk mengajukan gugatan atas pembagian warisan yang dianggap tidak adil.
* Hak untuk mengurus harta warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kewajiban ahli waris meliputi:
* Kewajiban untuk menerima warisan yang telah ditentukan.
* Kewajiban untuk menanggung hutang warisan, sesuai dengan ketentuan hukum.
* Kewajiban untuk merawat dan menjaga harta warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peran Notaris dan Pengadilan dalam Hukum Waris
Notaris dan Pengadilan memiliki peran penting dalam penerapan hukum waris di Indonesia. Notaris berperan dalam:
* Membuat akta waris yang sah dan mengikat secara hukum.
* Memberikan nasihat hukum kepada ahli waris terkait dengan hak dan kewajiban mereka.
* Melakukan pembagian warisan secara adil dan transparan.
Pengadilan berperan dalam:
* Menyelesaikan sengketa warisan yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah.
* Memutuskan hak waris yang dipersengketakan.
* Menetapkan pembagian warisan yang adil dan sesuai dengan hukum.
IMPLEMENTASI HUKUM WARIS DI INDONESIA
Prosedur pelaksanaan hukum waris di Indonesia memiliki beberapa tahapan yang harus diikuti. Pertama, ahli waris harus mengidentifikasi harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan inventarisasi dan dokumentasi atas harta-harta tersebut. Selanjutnya, ahli waris harus menghitung bagian-bagian yang berhak diterima oleh masing-masing ahli waris sesuai dengan ketentuan hukum waris.
Hukum waris di Indonesia merupakan salah satu cabang hukum yang mengatur tentang bagaimana harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia dibagikan kepada ahli warisnya. Sistem pewarisan di Indonesia memiliki karakteristik unik, menggabungkan aspek-aspek hukum agama dan hukum positif. Panduan ini akan membahas secara rinci tentang hukum waris di Indonesia, mulai dari sumber hukumnya hingga proses pelaksanaan waris, serta permasalahan dan peran notaris dan pengadilan dalam penerapannya.
Sumber hukum waris di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yang saling melengkapi dan membentuk sistem yang kompleks:
* Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 83 dan Pasal 84 yang mengatur tentang hak waris dan ahli waris.
* Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya Bab VI yang mengatur tentang waris dalam Islam.
* Hukum Adat, yang berlaku di beberapa daerah tertentu, terutama untuk mengatur waris dalam masyarakat adat.
* Yurisprudensi, yaitu kumpulan putusan pengadilan yang dapat dijadikan pedoman dalam menerapkan hukum waris.
* Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum yang dapat memberikan interpretasi dan pemahaman terhadap hukum waris.
Indonesia menganut sistem pewarisan yang disebut "sistem kombinasi" atau "sistem campuran", yang menggabungkan dua sistem utama:
Sistem Asas Islam (Wajib Waris)
Sistem ini didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadits, yang mengatur tentang pembagian harta warisan secara pasti kepada ahli waris yang telah ditentukan. Sistem ini mengutamakan keadilan dan keseimbangan dalam pembagian warisan.
Sistem Asas Hukum Barat (Waris Sekawin)
Sistem ini berfokus pada konsep harta bersama dalam perkawinan. Setelah kematian salah satu pasangan, harta bersama akan dibagi sesuai dengan aturan hukum perkawinan. Sistem ini memberikan fleksibilitas dalam mengatur hak waris, terutama bagi pasangan yang memiliki harta bersama.
PROSES PELAKSANAAN WARIS
Proses pelaksanaan waris di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa tahapan:
Pembuktian Kematian
Langkah pertama adalah membuktikan kematian pewaris. Bukti kematian dapat berupa surat keterangan kematian dari instansi terkait atau akta kematian.
Pencarian Ahli Waris
Setelah kematian pewaris, dilakukan pencarian ahli waris yang berhak menerima warisan. Pencarian ahli waris dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menelusuri keluarga pewaris, menanyakan kepada kerabat, atau melalui pengumuman di media massa.
Pembuatan Akta Waris
Setelah ahli waris ditemukan, selanjutnya dilakukan pembuatan akta waris. Akta waris dibuat oleh notaris dan berfungsi sebagai bukti sah atas pembagian warisan.
Pembagian Warisan
Setelah akta waris dibuat, dilakukan pembagian warisan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan hukum. Pembagian warisan dapat dilakukan secara musyawarah mufakat atau melalui proses pengadilan.
Pendaftaran Warisan
Langkah terakhir adalah pendaftaran warisan di instansi terkait, seperti kantor pertanahan untuk warisan tanah dan bangunan, atau lembaga keuangan untuk warisan rekening bank.
PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN HUKUM WARIS
Penerapan hukum waris di Indonesia tidak selalu berjalan mulus, berbagai permasalahan seringkali muncul, antara lain:
* Kurangnya kesadaran hukum masyarakat tentang hukum waris, sehingga terjadi konflik dan sengketa warisan.
* Ketidakjelasan dalam menentukan ahli waris, terutama dalam keluarga campuran atau keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan yang rumit.
* Perbedaan interpretasi dan penerapan hukum waris antara satu daerah dengan daerah lainnya, terutama dalam hukum adat.
* Sulitnya mendapatkan bukti kepemilikan harta warisan, terutama untuk harta warisan yang telah lama dimiliki oleh pewaris.
* Proses peradilan waris yang panjang dan rumit, sehingga mengakibatkan kerugian bagi ahli waris.