Sebagai manusia biasa tentunya kita perah melakukan dosa, baik itu yang dilakukan secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Nah, yang sering menimbulkan pertanyaan adalah, kenapa setiap kali kita melakukan hal-hal yang buruk, kemudian muncul gejolak batin yang seolah menghakimi diri kita sendiri. Seperti contoh, misalkan ketika kita meminta sesuatu kepada orang tua kita, akan tetapi permintaan tersebut tidak dipenuhi, dengan alasan kita masih belum waktunya untuk memiliki hal tersebut. Setelah mendengar alasan itu kita seringkali tidak terima, bahkan berbalik memarahi orang tua kita. Tetapi, setelah perasaan itu mereda, kita baru sadar bahwa yang kita lakukan itu tidak pantas. Sebagai akibat dari perilaku tersebut kita selalu terbayang dan dihantui oleh perasaan bersalah. Ada juga contoh yang lain, yaitu ketika kita menerobos traffic light kira-kira perasaan apa yang muncul.? tentunya kita merasakan was-was dan berfikir bahwa, bagaimana kalau ada polisi yang tahu, jangan-jangan ada polisi yang mengejar kita, dan sebagainya. Begitu juga dengan kasus-kasus lain yang tentunya memiliki efek yang beragam.
Dari contoh diatas kita dapat melihat, bahwaperasaan menyesal, perasaan merasa bersalah, dan rasa takut, itu semua muncul sebagai konsekuensi dari perbuatan-perbuatan yang kita lakukan. Seolah-olah di dalam diri kita ini ada sistem persidangan yang berjalan dengan sendirinya. Tentunya tidak ada rekayasa seperti yang terjadi di lembaga peradilan kita. Karena secara naluriah kita akan mengatakan itu hal yang benar, karena sesuatu itu memang benar, dan sebaliknya akan mengatakan salah manakal itu sesuatu yang salah.
Ada juga hal lain yang membedakan antara lembaga peradilan di negara kita dengan yang ada pada diri kita, yakni selain membedakan mana yang benar dan mana yang salah, ia juga mampu membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Karena belum tentu sesuatu yang benar itu pasti baik, dan juga sebaliknya. Karena ada juga perbuatan yang salah tapi itu baik untuk dilakukan.
Kembali ke pada permasalahan awal, jika dilihat dari kacamata psikologi, perasaan yang selalu menghantui diri ketika setelah melakukan kesalahan merupakan sebuah kecemasan (ansxiety). Lazarus (1969), mendefinisikan kecemasan yaitu sebagai respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan.
Dalam Psikoanalitik menyatakan bahwa sumber-sumber kecemasan adalah adanya suatu konflik bawah sadar. Freud meyakini bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik antara dorongan-dorongan id dan desakan-desakan ego, dan superego. Dorongan ini dapat merupakan ancaman bagi setiap individu karena berlawanan dengan nilai-nilai personal dan social (Atkinson, dkk, 1983 : 431-432).
Ada juga teori perilaku yang menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiaskan terhadap stimuli lingkungan spesifik.
Freud (dalam Suryabrata, 1982), mengatakan bahwa kecemasan dibagai berdasarkan sumbernya, diantaranya ialah:
Pertama, kecemasan neurotis yang timbul karena id (rangsangan insting yang menuntut pemuasan segera) muncul sebagai suatu rangsangan yang mendorong ego untuk melakukan hel-hal yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Ciri kecemasan neurotic yang dapat dilihat dengan jelas adalah ketakutan yang tegang dan tidak rasional phobia).
Kedua, kecemasan moral. Individu yang superego berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila ia melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas karena dimasa yang lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan mungkin akan mendapatkan hukuman lagi.
Ketiga, kecemasan realistis, yaitu kecemasan yang timbul karena adanya ancaman dari dunia luar. Kecemasan ini sering kali di interpretasikan sebagai rasa takut. Kecemasan realistis ini adalah kecemasan yang paling pokok sedangkan dua kecemasan yang lain (neurotik dan moral) berasal dari kecemasan ini.
Dari pembagian tersebut kita dapat menggolongkan kecemasan yang terjadi pada kasus yang dicontohkan diatas. Misalkan ketika kecemasan yang terjadi pada saat memarahi orang tua, maka itu termasuk pada kategori yang kedua yaitu kecemasan moral. Sedangkan kecemasan yang yang terjadi ketika seseorang menerobos traffic light itu termasuk pada kecemasan realistis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H