Lihat ke Halaman Asli

Nafiesa Zahra

Mahasisawa

Anti-Hijabist: Menghalau Peluang Karir yang Adil dan Setara untuk Wanita Berhijab

Diperbarui: 19 Mei 2023   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: SINDOnews

Ujaran kebencian mengenai wanita berhijab kini masih marak diperbincangkan di tengah kalangan masyarakat. Terdapat orang yang berpandang negatif mengenai hijab dan menyimpulkan sebagai penghalang bagi wanita untuk meraih kesuksesan karir mereka. Istilah anti-hijabist muncul akibat landasan yang semena-mena berpatok pada kepercayaan sepihak. Stereotip negatif mengenai hijab harus dihapuskan guna merealisasikan karir yang setara. 

Seperti saat ini, dalam masyarakat yang semakin inklusif dan beragam, seharusnya semua orang mendapatkan kesempatan yang setara untuk mengejar karir yang diimpikan. Namun, pada kenyataanya masih banyak diskriminasi dalam dunia kerja, salah satu contohnya wanita berhijab. Pandangan orang lain terhadap wanita berhijab seringkali, dikaitkan dengan seorang individu yang kurang kompeten atau kurang profesional, hingga dianggap sebagai individu yang ektream melenceng dari nilai-nilai organisasi.

Diskriminasi yang terjadi pada wanita berhijab tidak hanya merugikan individu itu sendiri, tetapi akan berdampak juga bagi perusahaan terkait serta masyarakat secara keseluruhan. Di era globalisasi dan persaingan bisnis yang semakin ketat diversitas dan inklusivitas di tempat kerja menjadi peran yang sangat penting. Ketidakadilan dalam memberikan kesempatan dan meremehkan potensi wanita berhijab menjadikan penghambat kemajuan perusahaan dan mengurangi produktivitas kerja.

Perlakuan diskriminasi pada wanita berhijab bisa terlihat jelas di dunia kerja dengan adanya pelanggaran penggunaan hijab, meskipun peraturan dibuat secara tidak tertulis (verbal). Dilansir dari Islamic-center mengatakan bahwa studi di Belanda dan Jerman juga menunjukkan adanya kesulitan dan/atau hambatan bagi wanita berhijab untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Hal ini juga dapat disebabkan karena adanya kepentingan pribadi dari pemilik perusahaan yang berstatus non-muslim. Selain itu, berdasarkan survei bahwa wanita berhijab memiliki risiko diskriminasi tiga sampai empat kali lipat lebih besar, dibandingkan dengan wanita yang tidak menonjolkan simbol keagamaannya.

Tidak menutup kemungkinan, demi tetap berada dalam zona aman. Wanita yang berhijab tidak segan-segan untuk melepas hijabnya, agar tidak di cap sebagai individu yang rendah. Posisi ini sangat sulit, wanita berhijab akan diberikan dua pilihan menyempurnakan agamanya sendiri atau mempertahankan pekerjaan. Pada kondisi tersebut, banyak wanita yang akan memilih pekerjaanya. Hal ini dikarenakan menyangkut keberlangsungan hidup mereka di setiap harinya. Diskriminasi terhadap wanita berhijab menyebabkan ruang berekspresi dan menyampaikan aspirasi menjadi sempit.

Menyadari sebagai masyarakat yang inklusif, kita seharusnya memahami atas kebebasan berekspresi dan hak untuk seluruh umat beragama. Hak tersebut kini telah dijamin oleh konstitusi dan harus dihargai serta dihormati bersama. Tercantum jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi "Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri". Dalam artian, kita warga negara Indonesia yang berunsur dari keberagaman, seharusnya menjunjung tinggi keberadaan toleransi antar umat beragama. Sehingga, kepercayaan yang dimiliki oleh setiap individu seharusnya tidak menjadi penghalang mereka dalam melakukan sesuatu hal terutama kesempatan dalam mengejar karir. 

Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh karir yang diimpikan tanpa terkecuali. Dalam kasus diskriminasi anti-hijabist ini, perlu adanya partisipasi dari berbagai elemen untuk menyuarakan ketidakadilan yang ada. Sebagai individu yang kontra terhadap diskriminasi, kita harus berperan aktif dalam mengantisipasi hal tersebut terjadi. Kita perlu menolak adanya syarat-syarat dalam  berkarir yang mengecualikan wanita berhijab, sampai pemberlakuan sikap yang kurang etis. Penilaian terhadap suatu golongan atau individu, ada baiknya tidak hanya melihat penampilan saja. Namun, kemampuan yang dimiliki individu dalam menjalankan tupoksinya masing-masing saat bekerja.

Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dan tindakan nyata untuk mengatasi diskriminasi berhijab di dunia kerja. Dimanapun tempat meliputi: lingkup kerja, hingga komunitas memastikan bahwa tidak ada diskriminasi dalam proses perekrutan dan promosi, serta juga perlu memperhatikan nilai inklusivitas di dalam budaya kerja. Pemerintah dan lembaga lain yang terkait juga harus mengambil langkah untuk memastikan bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama dan terlindungi dari diskriminasi.

Anti-hijabist dan pandangan masyarakat yang menghalangi peluang karir setara dan adil bagi wanita berhijab harus disingkirkan. Diharapkan kita semua dapat bekerja sama guna menciptakan lingkungan yang inklusif, tentram dan adil bagi semua orang di tempat kerja. Kita harus memastikan bahwa semua orang, terlepas dari agama atau latar belakang, memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar impian mereka serta mencapai kesuksesan dalam berkarir.

Oleh: Mahasiswi Administrasi Publik, Universitas Airlangga 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline