Mendung dan suasana menjadi gelap, saat itu yang bisa digambarkan Adi ketika pagi datang. Rencananya kali ini untuk pergi bersama teman-temannya ke Bojonegoro. Akan tetapi rencana yang sudah matang dari jauh hari tersebut tidak bisa dibatalkan. Sejenak ia rebahkan diri dahulu untuk menjaga kewaspadaan di jalan dari kantuk selama satu jam setengah hingga dzuhur berkumandang. Setelah Sholat , beberapa temannya datang sambil membawa perlengkapan . Mereka adalah Musyrif, Hidayat, Hakim, Iman, Irawan, Sholeh dan Ikhsan. Meskipun waktu sudah mendung mereka masih sempat berfoto sebelum meninggalkan tempat.
Dengan empat motor , mereka saling berboncengan. Mereka sekarang berjalan meninggalkan Kota Malang yang ditinggali saat ini menuju Bojonegoro. Melewati Kota Batu jalanan menjadi semakin ramai. Hidayat sebagai Ketua Rombongan meminta anak-anak lain untuk mencari jalan alternatif menghindari ramainya jalanan kota wisata tersebut. Namun tetap saja jalanan menjadi semakin ramai dilewati bus pariwisata dan kendaraan bermotor lainnya dengan jalananyang dilalui semakin sempit. Mereka pun melewati jalan alternatif dengan kecepatan yang tak terlalu tinggi.
Ketika melewati Kota Batu, mereka melihat jalanan yang berliuk-liuk menurun bahkan terjal. Sebelum mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, waktu menunjukkan akan datang Ashar . Akan tetapi mereka memberhentikan diri di tempat penjual durian. Melihat banyaknya durian yang dipajang oleh penjual, mereka ingin membeli. Bukannya orang dewasa yang menjual buah itu, mereka adalah dua orang anak kecil seumuran anak sekolah dasar. Mereka menawarkan buahnya kepada Adi dan kawan-kawannya. Seorang anak kecil mengambilkan pisau untuk membuka buah itu dirumahnya. Dengan dandanan tanpa baju ia melesatkan motornya . Ikhsan dan sebagian teman-temannya menggeleng-gelengkan kepala melihat hal tersebut.
Setelah anak itu datang buah tersebut dapat dibuka, sayang isinya tidak sesuai yang diharapkan. Meskipun Adi tidak suka dengan buah durian. Anak itu mencoba bernegoisasi dengan teman-teman Adi. Tiba-tiba seorang anak lainnya mengambil sebotol gelas dan meminumnya. Teman-teman Adi pun berbisik.
“ Itu sepertinya minuman keras” Bisik Irawan.
Adi dan teman-teman awal mulanya biasa saja , akan tetapi melihat kelakuan anak tersebut menjadi sesuatu hal yang tidak sepatutnya dilihat. Anak itu kemudian menghunus pisaunya dengan mata melotot dan menyuruh mereka untuk membelinya,bahkan kalau perlu ia akan memanjat lagi mengambil durian yang baru.
Melihat isi durian yang tak sesuai harapan. Satu persatu mereka meninggalkan anak itu dan melanjutkan perjalanannya. Mereka memutuskan untuk sholat ashar sebelum melanjutkan ke kota berikutnya. Sambil menceritakan kejadian sebelumnya , beberapa teman bergantian melakukan ibadah dalam musholla yang kecil. Setelah selesai mereka melanjutkan perjalanan kembali.
Di tengah perjalanan pandangan mata mereka terpusat pada ketiga orang di depannya. Terlihat seperti penjual yang menaiki motor bertiga dengan satu orang berdiri menghadap ke belakang. Satu orang menyetir , dan dua orang lain diatas tempat untuk mengambil buah dengan posisi duduk dan berdiri.
“ Nekat benar orang itu, tapi seimbang sekali di jalan yang berkelok ini” Kata Adi.
Jalanan di daerah itu memang dipenuhi sawah dan jurang yang curam sehingga bagi pengendara dituntut berhati-hati. Sedang beberapa orang di depan mereka seolah terbiasa dengan hal yang dilakukannya.
Jalanan masih jauh untuk masuk ke tempat yang banyak perkampungan. Sesampai di pertigaan dimana jalan itu menuju kota Jombang. Mereka pun berhenti ketika rintik hujan mulai turun sedikit demi sedikit. Mereka pun memakai jas hujan masing-masing, kecuali dengan Adi. Beruntung Irawan memakai jaket yang terbuat dari kain yang tidak gampang basah dengan menukarkan jaketnya kepada Adi untuk menutupi badannya yang sudah memakai pakaian rangkap dua di dalam jaket. Mereka menunggu hujan lebih reda untuk dapat melaju di jalan raya.
Beberapa menit kemudian..
Mereka bersiap melanjutkan perjalanan, Adi pun menukarkan sandal kepada Musyrif yang kebetulan memakai sepatu. Sepatu yang ia pakai disimpan dalam jok motor. Sedangkan Adi harus tanpa alas kaki melalui rintikan hujan yang deras dan dingin. Begitu motor melaju hujan semakin deras, akan tetapi mereka terus melaju melewati jalan yang lurus, terkadang berlubang sehingga perjalanan sedikit terganggu.
Maghrib pun datang Sholeh dan Ikhsan terpisah dari rombongan. Teman-teman lain sebenarnya tidak meragukan keadaan mereka. Namun mereka tetap harus berjalan bersama meskipun Sholeh sudah hafal betul jalan di kota Jombang, mengingat itu tempat ia dulu belajar di pesantren. Beberapa teman mencoba menghubunginya baik melalui sms ataupun panggilan telepon. Setelah mereka tersambung, Sholeh dan Ikhsan mengajak teman lain untuk menunggu di sebuah pom bensi yang tak jauh dari tempat mereka sekarang, mengingat Sholeh sudah di depan.
Sesampai di pom bensin Tambakberas, kaki Adi kedinginan. Maklum perjalanan yang ditempuh kurang lebih satu jam setengah ia lalui tanpa alas kaki. Beberapa teman pun melihat ada cilok di depan pom , kebetulan mereka ingin menghangatkan diri sepertinya. Setelah menghabiskan makanan ringan itu, mereka siap melanjutkan perjalanan. Adi, tetap dengan tanpa alas kakinya. Mereka kemudian melesat cepat di malam hari, melewati jalan terjal.
Ketika melewati Kota Babat, Musyrif yang membonceng Adi hampir bertabrakan dengan Irawan yang membonceng Iman. Pasalnya Irawan tidak melihat seekor anjing di depannya dan mendadak berhenti. Perjalanan pun dilanjutkan setelah motor Hakim juga sempat mengalami gangguan , mereka tertinggal jauh di belakang.
Jam menunjukkan 8 malam. Mereka akhirnya memasuki batas kota Bojonegoro.
“ Huuu, Akhhirnya kita sampai” Adi Girang
“ Yeee, kita sampai “ Sahut Musyrif
Setelah sampai batas kota mereka tak langsung menuju rumah Ahmad, teman mereka yang melangsungkan acara resepsi pernikahan besok hari. Mereka berencana singgah sebentar di desa Salim , tepatnya di Baureno.
Sesampai disana mereka merebahkan badan dari kebasahan dan kelelahan. Makan, minum minuman hangat dan jajanan kecil dijamu oleh orang tua Salim. Tidak lama setelah beberapa menit, mereka menuju tempat akhir yaitu di kota Bojonegoro. Salim pun memberitahukan mereka tak kurang lebih satu jam dari tempatnya. Malam itu begitu cerah, tidak ada hujan dan tidak dingin mengingat kota itu bercuaca panas. Mereka sebenarnya bingung dengan alamat tempat Ahmad tinggal. Adi pun mengirimkan sms pada teman lain yang mengetahui lokasinya, begitu juga Ikhsan. Setelah dilalui beberapa menit, mereka justru hampir melewati daerah Cepu. Hidayat pun sempat cekcok dengan Ikhsan sebagai penunjuk jalan. Mereka akhirnya kembali dan mencari alamat yang tepat.
Memasuki daerah sentra ukiran, motor mereka pun masuk dan menemui tempat yang dipenuhi hiasan pengantin. Tepat jam setengah sebelas malam sampai di tempat akhir. Ahmad pun datang dan menjabat tangan mereka . Ia punmemperkenalkan istrinya itu kepada Adi dan teman-teman serta mempersilahkan mereka untuk makan dan singgah di rumahnya yang lain tak jauh dari rumahnya yang ditempatinya saat ini.
Rembulan begitu indahnya menghiasi malam itu, meski kali ini tak serasa dingin seperti kota Malang. Untungnya, Adi yang sedari Jombang hingga Bojonegoro tak memakai alas kaki menjadi masuk angin. Mereka pun beristirahat setelah menunaikan sholat.
Keesokan harinya...
Saking lelahnya , sekitar jam 5 pagi ayah Ahmad menggedor-gedor pintu gerbang hampir tidak ada suara yang membalasnya. Irawan yang mendengarnya lalu membuka pintu untuk ayah Ahmad.
“ Nak, tidak usah dikunci disini aman “ Kata ayah Ahmad.
Pagi-pagi itu mereka bangun dan sholat shubuh dan bersiap untuk pergi ke resepsi pada siang hari. Saat ini yang mereka rasakan dingin pun tidak sedingin Malang. Siang hari, mereka berangkat bersama menuju tempat resepsi yang lebih jauh dari rumah Ahmad. Acara disana dimulai dengan suara para penyanyi gambus yang mengisi bebunyian di dalam gedung itu.
Mereka memutuskan untuk menunggu Musyrif dan Hakim yang tinggal jauh dari mereka . Jam menunjukkan pukul 10 siang dan mereka memasuki gedung. Mereka memberikan hadiah kado kepada Ahmad dan menikmati beberapa makanan sebelum kembali pulang setelah dhuhur.
Jam 12 siang, mereka kembali ke kota Malang. Melewati jalan yang sebelumnya dilewati. Sesampai di Jombang pada sore hari mereka menyempatkan berziarah ke makam pahlawan nasional K.H. Wahab Hasbulloh. Ketika akan meninggalkan Jombang, awan sudah mulai mendung. Mereka bersiap memakai jas hujan. Sebelum benar-benar pergi motor Hakim yang dikendarai Hidayat tiba-tiba mogok di pasar sembari hujan deras datang. Mereka memutuskan untuk berhenti dan menikmati semangkok mie ayam dan segelas teh hangat. Adi yang saat itu membawa uang cukup ingin membeli jas hujan agar tak kebasahan.
Beberapa jam kemudian...
Di jalanan Musyrif hanya melihat motor Salim yang membonceng Munir yang ikut dari Bojonegoro dan Sholeh yang membonceng Ikhsan. Sedangkan teman lainnya tidak ada tandanya. Munir merasa jalan yang dilaluinya salah, ia pun bertanya pada orang diseberang jalan ternyata memang benar adanya. Mereka harus kembali sekitar beberapa kilometer. Ketiga motor pun akhirnya menemukan dua motor lainnya di jalanan. Hal itu terjadi lagi dalam beberapa kilometer, Motor Hakim dan Salim mogok, untungnya hujan tidak deras.
Jam menunjukkan pukul 8, mereka akhirnya sampai di kota Batu, beberapa teman yang punya pakaian bawaan lebih mengganti pakaiannya yang basah. Mereka memutuskan berhenti sejenak sambil menikmati susu segar di alun-alun kota Batu, sambil diiringi pengamen jalanan. Waktu itu Hakim meminta lagu Syahdu dari Rhoma Irama kepada para pengamen.
Jam menunjukkan pukul 10.30, mereka akhirnya sampai di tempat semula Kota Malang. Mereka merasa lelah dan beristirahat untuk esok hari. Dua hari ini benar-benar mereka lalui di jalanan dengan cepat. Rembulan begitu terangnya menyinari perjalanan pergi hingga pulang dan akhirnya selamat sampai tujuan akhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H