Oleh : Nafi'aturohmah*
Suatu hari Ibnu Qudamah ditanya oleh muridnya :"Wahai Imam, Apa bedanya orang sholih dan orang mushlih '?" Maka Ibnu Qudamah menjawab :"Orang sholih itu yang kebaikannya hanya akan kembali kepada dirinya sendiri. Adapun orang mushlih, maka kebaikan yang keluar dari tangannya, keluar dari kakinya, keluar dari mulutnya, keluar dari dirinya, kebaikan itu akan datang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Banyak sekali seorang muslim yang memiliki pribadi yang baik, melaksanakan shalat pada tepat waktu, rajin berpuasa, tidak pernah meninggalkan tahajjud, rutin menghadiri kajian, namun keluarganya jauh dari kata iman, sang ayah seorang penjudi sedangkan sang ibu sibuk berfoya--foya serta saudara--saudaranya terjerat dalam pergaulan bebas. Apakah titik masalah dari semua ini ?
Wajib kita ketahui bahwa tugas seorang muslim bukan hanya tentang menjadi pribadi yang baik yang bisa memenuhi keperluan rohaninya, namun juga bisa bermanfaat bagi orang--orang sekitarnya dan yang paling utama adalah mengajak keluarganya kepada kebaikan, menegakkan amr ma'ruf nahi mungkar diantara mereka, membangun lingkungan yang islami dan meningkatkan ketakwaan keluarga kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Karena hal tersebut, tidak cukup bagi seorang muslim menjadi sholih, namun juga harus bisa menjadi mushlih yang bermanfaat bagi orang lain melalui dakwah. Seperti yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (Hadits Riwayat ath-Thabrani)
Guna menjadi muslim yang mushlih, kita perlu berpikir lebih luas, kreatif dan produktif. Menjadi mushlih dengan menebarkan kebaikan dari setiap berbuatan, perkataan dan bahkan diam kita, menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menyebarkan islam kepada umat manusia seluruhnya. Dengan tuntutan menjadi seorang muslim yang mushlih, maka kita perlu berdakwah, menyampaikan, memperkenalkan dan mengajak umat manusia kepada ajaran islam, guna mewujudkan lingkungan yang islami dan membentuk masyarakat berkarakter Rabbani.
Menjadi seorang yang mushlih merupakan suatu kemuliaan, namun setimpal dengan resikonya juga. Sehingga kita perlu melatih mental kita menjadi pribadi yang tangguh, pantang menyerah, dan siap menanggung resiko yang ada. Kemuliaan ini telah tertuang dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi :
"Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya." (Hadits Riwayat Muslim)
Pada zaman kita sekarang ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memudahkan kita dalam urusan dakwah dengan terbuka lebarnya sarana-sarana yang belum pernah ada dari sebelum--sebelumnya, dakwah tak lagi harus terikat jarak dan waktu dengan jumlah pendengar yang terbatas serta metode yang monoton. Dengan teknologi saat ini, dakwah bisa menjadi lebih bervarian dan fleksibel serta dapat di manfaatkan oleh umat manusia secara luas tanpa perlu terikat jarak dan waktu.
Berdakwah sejatinya bukan sekedar cukup menjadi panitia kajian, aktif dalam organisasi keagamaan, rutin naik turun panggung dakwah serta ikut angkat bicara tentang agama, namun dakwah yang haqiqi adalah bagaimana kita mengajak orang-orang terdekat kita kepada islam tanpa perlu tuntutan dari ormas dan tanpa mengharapkan imbalan duniawi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :