Prosesi kampanye selama 21 hari sudah dijalani oleh partai-partai politik peserta pemilu. Tapi apakah visi misi serta program-program partai benar-benar sampai pada hati masyarakat? Jawabannya mungkin sampai, tapi hanya beberapa persen saja.
Kampanye yang berlangsung sepertinya bukan ajang memperkenalkan diri partai kepada rakyat pemilih, tetapi lebih pada pesta pora dan ajang menghambur-hamburkan uang. Di setiap kegiatan kampanye pasti kita akan menjumpai panggung-panggung dangdut dadakan, lengkap dengan biduan-biduan baik dari kalangan artis maupun dari penyanyi keliling biasa. Disamping itu parpol juga biasanya tidak segan-segan untuk membayar massa untuk ikut serta dalam kampanye. Mungkin mereka berpikir banyaknya massa yang ikut dalam kampanye akan mendorong elektabilitas partai. Apa benar begitu?
Kampanye juga selalu identik dengan motor-motor yang mengeluarkan suara bising. Entah karena rakyat kita itu terlalu “Norak” atau apa, yang jelas hampir disetiap kampanye pasti ada saja rombongan motor dengan knalpot yang sudah “bobokan” atau sudah dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga mengeluarkan suara-suara yang sangat memekik di tellinga. Mereka sepertinya tidak memikirkan orang lain, mereka dengan leluasa menyebarkan kebisingan disana sini.
Mengikutsertakan anak-anak juga merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh partai politik. Meskipun para partisipan biasanya akan mengatakan berbagai alasan mengapa mereka mengajak anak-anak mereka dalam kampanye, tetapi hal itu mungkin justru lebih menguntungkan bagi partai politik, karena kampanye yang mereka adakan tentunya lebih ramai ketika ada anak-anak disana.
Ada tren baru juga dalam pergelaran kampanye tahun ini, yakni penggunaan fasilitas negara, mulai dari dana bansos, pesawat komersil yang dibayar dengan uang negara dan masih banyak lagi. Hal itu wajar, karena banyak anggota DPR kita yang sebentar lagi akan menjadi mantan tetapi mereka sekaligus menjadi calon legislatif. Wajar pula karena calon mantan Presiden kita juga menjabat sebagai ketua umum dalam partainya.
Dari beberapa pelanggaran pemilu di atas, sepertinya jumlah golput akan lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Rakyat terutama anak-anak muda yang mempunyai idealisme tentu akan berpikir bahwa setelah para politisi itu terpilih dan menduduki kursi pemerintahan tentu mereka akan mencari cara untuk mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan untuk kampanye dan mempromosikan diri, jalan alternatif yang akan mereka tempuh pastinya dengan korupsi. Tapi semoga saja tidak. Aamiin....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H