58 tahun organisasi ini berjalan dengan banyak kemajuan dan juga kegagalan, organisasi yang sudah cukup umur untuk menjadi sebuah organisasi matang dibidangnya. Namun dalam perjalanannya di beberapa decade ini banyak hal yang keluar dari patron keIPNUan. Semenjak presiden RI era gus dur seakan semua lepas dari belenggu, semua bebas berbicara dan semua bebas bersuara, dalam hal ini rakyat Indonesia lebih sering membincangkan tentang masalah-masalah politik, tak terlepas dari situ banyak dari kader NU (IPNU terutama) masuk ke ranah tersebut sehingga patron wajib yang seharusnya focus dalam hal masalah-masalah pengkaderan, kepelajaran, kesantrian, pendidikan dll lepas, hampir semua berhalauan politik sehingga sadar atau tidak sadar pola bergerak IPNU juga semakin ala partai.
Pertanyaannya kemudian, apakah IPNU masih layak disebut organisasi pengkaderan? Jawabannya ada dalam diri masing-masing kader IPNU. Sudah saatnya IPNU kembali bergerak sesuai dengan prinsip perjuangannya. Kembali ke khittah, berarti kita harus merenungkan kembali, untuk apa dan dengan maksud apa pada tahun 1954 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) berdiri. Segenap kader IPNU dalam segala tingkatan dan kegiatan organisasinya tidak boleh lupa bahwa berdirinya IPNU semata-mata didorong atas keikhlasan, sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Akhir-akhir ini, ajaran butir ini sudah nampak kelunturannya. Dan rupanya banyak kader IPNU yang sudah lupa dan khilaf terhadap keikhlasan dan pengabdian itu. Mereka yang lupa dan khilaf itu aktif di IPNU tidak didorong adanya rasa pengabdian tetapi semata-mata dikuasai oleh dorongan-dorongan interes pribadi dan politik, mereka tidak segan-segan mengorbankan IPNU untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.
Bagaimanapun matangnya rencana-rencana yang kita konsep, terperincinya langkah-langkah yang kita lakukan, kalau didalam hati kita sudah luntur dan hilang rasa ikhlas dalam pengabdian kita, maka maka hambatan, rintangan dan kesulitan akan terus datang silih berganti. Akhirnya, program kita hanya akan terwujud dalam bentuk tulisan dan mengalami kegagalan.
Sebagai organisasi pengkaderan yang mempunyai fungsi pendidikan, IPNU harus berusaha senantiasa menciptakan kader-kader yang religius, berintelektual, nasionalis dan berbudaya. Sebagai seorang pemimpin, perlunya mengambil kebijakan-kebijakan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita berdirnya IPNU diantaranya :
a.Memposisikan IPNU sebagai wadah berkumpulnya kader NU dan menekankan secara organisatoris, IPNU tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun.
b.Membina dan Meningkatkan silaturahim serta komunikasi dengan kader-kader IPNU antar daerah agar terciptanya tatanan organisasi yang baik dan harmonis.
c.Meningkatkan kegiatan-kegiatan keilmuan dan dakwah dalam bentuk nyata.
d.Membentuk konsep pengkaderan yang mengena dan sesuai dengan kultur setiap daerah.
Dengan akan diselenggarakannya Kongres IPNU XVII, semoga menjadi momentum untuk kembali ke khittah dan mengawal gagasan-gagasan untuk kemajuan IPNU kedepan. Untuk itu, marilah kita bersama-sama merenungkan, menghayati dan mengamalkan kembali yang menjadi maksud dan prinsip perjuangan IPNU. Jangan sampai semangat perjuangan ini luntur dan hilang dari dada kader IPNU, terutama yang termasuk dalam kategori pemimpin. Dengan Tajdidun-Niyah (memperbaharui niat) dan komando kembali ke prinsip perjuangan, diharapkan hilangnya pernyataan yang kurang terpuji “sudah dapat apakah saya aktif di IPNU?” dan berubah menjadi “apa yang sudah saya berikan untuk IPNU?” ini.
Salam belajar, berjuang dan bertaqwa.
Oleh : Muhammad Nahdhy Fasikhin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H