Dalam pendidikan, keberagaman peserta didik merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan. Pada dasarnya, setiap anak yang lahir diumpamakan seperti sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh tapi semua tulisan masih dalam keadaan buram. Melalui pendidikan juga, anak akan menebalkan segala tulisan yang buram dan mengisinya dengan baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Dalam hal ini, tugas pendidik adalah menyadari potensi baik tersebut dengan cermat, agar dapat dituntun dan dikembangkan dengan maksimal. Potensi anak juga dapat dipengaruhi oleh faktor gen sehingga memungkinkan munculnya keberagaman pada anak, tiap anak itu unik, berbeda, dan istimewa antara satu dengan yang lain. Keragaman yang dimiliki seperti latar belakang, kemampuan, minta dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Dalam konteks pendidikan, sistem pendidikan berusaha memastikan untuk memenuhi dan mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik melalui pendekatan inklusi dan diferensiasi yang tercover dalam kurikulum merdeka saat ini. Namun, seringkali tantangan muncul dalam menyelaraskan kurikulum dengan keragaman siswa yang ada. Oleh karena itu, melalui refleksi ini, akan menjelaskan pentingnya pembelajaran inklusi dan diferensiasi dengan mengusung filosofi Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang vissionernya masih relevan dengan pendidikan di Indonesia hingga sampai saat ini.
Pembelajaran inklusi pada dasarnya berfokus pada pemahaman dan pengakuan adanya keberagaman peserta didik. Seperti filosofi KHD yang setuju bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan bermutu, tanpa memandang latar belakangnya. Dalam pembelajaran inklusi, semua peserta didik tanpa terkecuali diterima dan dihargai sebagai bagian integral dari lingkungan belajar.
Diferensiasi juga menjadi pilar penting dalam pembelajaran inklusi. Sebenarnya diferensiasi, bukan hal baru, diferensiasi telah lama di terapkan oleh Ki Hajar Dewantara, hanya saja sekarang diperkuat kembali melalui kurikulum merdeka. Ki Hajar Dewantara juga mengajarkan bahwa setiap anak memiliki keunikan dan potensi yang berbeda-beda. Melalui pendekatan diferensiasi, guru mengakui perbedaan antar peserta didik baik dari gaya belajar, minat, tingkat kemampuan, dan kebutuhan khususnya. Guru harus berupaya merancang strategi pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat terlibat aktif dan mencapai potensinya secara maksimal. Melalui diferensiasi juga, pembelajaran akan menjadi bermakna.
Filosofis Ki Hajar Dewantara yang berpengaruh dengan pembelajaran inklusi dan diferensiasi yaitu "Tut Wuri Handayani" yang berarti "saling membantu, saling melengkapi, saling memberi dorongan". Filosofis ini mendorong untuk dapat berkolaborasi dengan apik antara guru, siswa, dan lingkungan belajar secara keseluruhan dalam mendukung perkembangan belajar semua peserta didik.
Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pendidikan. Tidak hanya terfokus pada aspek akademik, tetapi pada aspek sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Hl ini konsisten dengan pendekatan inklusi. Yang mengakui kebutuhan belajar yang komprehensif bagi semua peserta didik, termasuk kebutuhan sosial dan emosional mereka.
Selain filosofis tersebut, Ki Hajar Dewantara juga memperjuangkan hak anak untuk dapat mengeksplorasi minatnya melalui filosofis "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" yang diajarkan untuk dapat mencerminkan pentingnya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi unik dan membekali mereka menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas. Untuk mencapai yang telah dicita-citakan sejak lama, guru selayaknya mampu menjadi teladan, penyemangat, motivator, dan pendorong bagi peserta didiknya melalui kolaborasi potensi yang dimiliki dan pendidikan karakter positif budaya setempat.
Pembelajaran inklusi dan diferensiasi memperkuat prinsip-prinsip yang telah diusung oleh filosofi Ki Hajar Dewantara. Melalui pendekatan ini, keberagaman peserta didik menjadi dihargai, kebutuhan belajar individu diakomodasi, kolaborasi ditekankan, dan potensi setiap peserta didik akan diaktualisasikan. Dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks dan menghargai keberagaman. Pembelajaran inklusi dan diferensiasi yang terinspirasi oleh filosofi Ki Hajar Dewantara akan memberiakn landasan yang kokoh untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, bermakna, dan berkeadilan bagi semua peserta didik.
Ditulis oleh Nafa Wahyuningtyas Eka Putri, S.Pd., mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Prajabatan Universitas Islam Malang (UNISMA).
E-mail: nafawahyuningtyase@gmail.com
Kontak: 083122137662