Lihat ke Halaman Asli

Naely Nisfatun

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Saifuddin Zuhri Purwokerto Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Jejak Kenangan di Bawah Langit Pangandaran

Diperbarui: 5 November 2024   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di bawah langit pantai Pangandaran yang membentang luas, Rani dan Aldo meninggalkan jejak kaki di sepanjang pantai berpasir. Matahari pagi menyapa lembut, menciptakan sinar keemasan yang menari di permukaan laut. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi ketika mereka pertama kali menginjakkan kaki di pantai, menikmati suara ombak yang berdebur pelan. Waktu terasa melambat saat itu seakan alam mengizinkan mereka untuk merasakan setiap momen dengan penuh kehangatan.

Di tengah debur ombak yang mengalun, Rani tak bisa berhenti menatap Aldo. Ada cahaya di matanya yang membuatnya merasa nyaman, seakan semua aman ketika berada di dekatnya. Di sisi lain, Aldo menoleh dan tersenyum, tangan mereka saling menggenggam, seolah berbicara tanpa perlu kata. Hari itu seperti dunia hanya milik mereka berdua.


Sekitar pukul satu siang, mereka memutuskan untuk pulang. Rani menaiki motor Aldo, menyandarkan kepalanya di punggungnya sambil menutup mata, mengenang saat- saat suasana tenang di pantai. Perjalanan terasa damai, dengan angin sejuk yang menyapu wajah mereka. Namun, mereka tak tahu bahwa hari itu, takdir telah menyiapkan sesuatu yang lain.


Ketika jarum jam mendekati pukul dua, tiba-tiba dunia mereka berubah. Di sebuah jalan sepi, diapit pepohonan tinggi, terdengar bunyi gemeretak yang memecah keheningan. Dalam hitungan detik, pohon besar di tepi jalan itu tumbang, akarnya yang kokoh tercerabut dari tanah, jatuh tepat ke arah mereka. Aldo tak sempat menghindar. Dalam satu gerakan cepat, mereka terseret dalam hantaman yang keras.

Suara pohon menghantam tanah bergema, dan tubuh Rani terpental ke sisi jalan, terguling di atas aspal yang kasar. Dunia di sekitarnya terasa berputar, pandanganya kabur, dan rasa sakit menjalar di beberapa bagian tubuhnya. Saat ia berusaha menenangkan diri, kesadaranya perlahan kembali dan ia  langsung tertuju pada satu hal: Aldo. Kepalanya berputar mencari, hingga matanya tertuju pada sosoknya yang terbaring tak jauh darinya, wajah Aldo terlihat pucat, menahan sakit yang terasa amat dalam kakinya yang terperangkap di bawah reruntuhan pohon.

Beberapa orang yang melihat kejadian itu segera berlarian, menolong mereka. Rani, meski tubuhnya lemah dan bergetar, berusaha mendekat ke arah Aldo. Lalu setalah di sisi Aldo, Aldo berbisik ke Rani dengan suara  serak, ia berbisik, "Kamu nggak apa-apa, kan, Rani?"

Rani menggenggam tangannya erat, air matanya jatuh tanpa ia sadari. "Aku nggak apa-apa, Aldo. Kamu kuat bertahan, ya. Ayo aldo berdiri dari sini aku bantu (sambil mengulurkan tangan)." lalu aldo menjawab dengan suara lembut dan sembari menatap rani "gakbisa rani aku gak bisa berdiri kaki aku patah" seketika Rani hanya bisa terdiam.


Suara sirine ambulans mulai terdengar dan semakin mendekat seolah  itu menjadikan suara harapan di tengah ketakutan. Saat petugas tiba, mereka dengan hati-hati membebaskan Aldo dari pohon yang menimpanya. Rani masih di dekatnya, meski matanya semakin berat dan tubuhnya semakin lemah. Saat petugas medis mengangkat Aldo ke atas tandu, seorang petugas lain menyadari bahwa RAni juga mulai kehilangan kesadaran.

Dengan cepat, petugas medis mengangkat Rani ke tandu lain. Tubuhnya yang lemah tak lagi mampu bertahan setelah semua kejadian itu, dan pandangnya perlahan kabur tak mampu lagi menahan tubuhnya dan Rani pun tak sadarkan diri. 

Di dalam ambulans, mereka berdua dibawa dengan penuh kehati-hatian. Di tengah deru sirine dan lampu yang berkedip dari kejahuan, mereka kini terbaring berdampingan, bersandar pada harapan bahwa semua akan baik-baik saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline