Lihat ke Halaman Asli

Semua Tertulis di Kertas Itu, Menjadi Anak RISKA Adalah Bagian dari Mimpiku :)

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bismillahirrahmanirrahiim...

"Jangan Tinggalkan RISKA", ucap ka Fatma.

Satu kalimat singkat namun bermakna cukup dalam dan menyentuh bagiku. Ahad ini adalah pertemuan ke-3 program SDTNI (Studi Dasar Terpadu Niai Islam) RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa). Aku tak menyangka ternyata aku bisa menggapai salah satu dari mimpiku yaitu menjadi anak RISKA. Berlebihan mungkin, tapi tak juga. Perjuangan itu seperti video klip yang sedang berputar dalam memoriku.

Ingat sekali ketika dulu aku masih duduk di kelas dua sekolah menengah kejuruan lalu ayahku yang kala itu baru saja pulang kerja memberikanku sebuah buku yang berjudul Remaja Muslim Oke karangan Hj. Luthfiyyah Sungkar, dkk. Ayahku membeli buku itu, meski bukan buku baru tetapi justru buku yang dijual di stasiun Tebet. Tak peduli mau itu buku dari toko buku atau bukan yang terpenting adalah aku haus akan ilmu.

Kalimat demi kalimat kubaca, isinya pas tak ada yang berlebihan and moderate. Tak ekstrem , juga tak lembek. Ilmu yang padat dan jelas terangkum dalam buku mungil itu yang sampai sekarang masih menjadi bacaan favoritku dan teman-temanku di asrama. Segala problema remaja dibahas di sana, mulai dari pacaran, soal make up, drugs, sex, dan lain-lain. Buku mungil itu kulahap habis hanya dalam waktu kurang dari satu jam kira-kira.

Rangkaian kata-kata dalam halaman terakhir buku itulah yang menjadikan aku sekarang bisa menjalankan aktivitas rutinku setiap Ahad di Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK). “Yup ! aku sekarang anak RISKA!” kalimat itu selalu menjadi suntikan semangatku setiap hari menjalani aktifitas. Hari-hariku kini tak lagi monoton, terlebih terpilih menjadi ketua kelas adalah tanggung jawab besar yang tak bisa disepelekan, terlebih di kampus dan asrama aku memegang posisi yang juga tak butuh kompromi untuk disepelekan. Tapi eh tapi, ada sebuah sumber yang mengatakan bahwa jika kita dibutuhkan di mana-mana itu merupakan sebuah keberkahan dari Allah. Alhamdulillah

Dari RISKA juga akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan pamanku yang sudah 15 tahun tidak bertemu, ternyata beliau adalah salah satu pembimbing haji di MASK. Hummmh … pertama kali aku menginjakkan kakiku di MASK bersama ayahku.

“Oooh … Ini toh masjid Sunda Kelapa itu” Aku berseru ketika baru saja tiba di depan gerbangnya.

Subhanallah, ramai dan sibuk sekali orang-orang yang ada di dalam masjid ini. Aktif !. Mataku menerawang mencari-cari di mana keberadaan sekretaiat RISKA. Tetapi, untuk menuruti keinginan ayah, mengunjungi paman menjadi lebih penting dari itu. Berkeliling dan mencari, paman sedang tak ada di MASK. Di dalam hati, akupun bertanya-tanya, “ Bagaimana sih wajah pamanku itu? maklum 15 tahun sejak aku lahir aku belum pernah melihat wajanya sama sekali.namun akhirnya aku diberitahu alamat rumah paman saat ini. Kecewa karena tak bisa betemu tak menyurutkan langkahku mencari sekretariat RISKA yang pada saat itu masih berada di bawah bangunan masjid. Daaaaannnn, orang pertama yang aku temui adalah Kak Asiyah. Kakak cantik satu ini menjelaskan dengan detail apa itu RISKA, bagaimana kegiatannya dan yang menjadi pusat perhatianku saat itu adalah banyak artis yang juga alumni RISKA, seperti; Indra Bekti, Rafii Ahmad, Cholidi Asadil. Lucu memang, motivasiku kala itu untuk ikut RISKA adalah karena banyak artisnya. Hehe…

Ayah yang saat itu juga memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh Kak Asiyah rupanya tak sesuai dengan anggukan dan senyumannya.

“Rumahmu di Bogor, tak ada teman. Lain kali saja ya ikutnya.” Ayahku mengucapkan kalimat yang benar-benar tak aku harapkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline