Oleh Ummu Zahrotun Nadzifah 12410031
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang tentunya masih terus melakukan upaya-upaya peningkatan mutu di setiap sektor kehidupan. Baik perekonomian, pemerintahan, maupun pendidikan. Sama halnya dengan itu, sistem pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, yang tujuannya adalah jelas untuk perbaikan di masa mendatang. Perkembangan pendidikan di Indonesia jauh berbeda dengan negara lain. Beban pendidikan di Indonesia lebih berat dibandingkan dengan negara lain. Tidak hanya itu, lama studi di Indonesia juga lebih panjang dibanding dengan negara lain. Hal yang menjadi menarik adalah, mengapa dengan beban studi yang lebih banyak dan lama studi yang lebih panjang tidak menjadikan pendidikan di Indonesia lebih baik atau setidaknya sama baiknya dengan negara-negara maju?
Jika berbicara mengenai pendidikan dalam lingkup negara masih jauh dari harapan (karena berhubungan dengan berbagai sektor kehidupan lainnya), maka bolehlah penulis membicarakan pendidikan dalam lingkup keluarga. Keluarga sebagai masyarakat kecil menjadi tempat belajar pertama dan utama bagi anak. Terutama peran ibu bagi anak-anaknya. Sebagaimana disebutkan oleh pepatah arab bahwasanya: “Al-ummu madrosatul ula lil aulad” yang artinya bahwa ibu adalah tempat belajar/tempat menimba ilmu yang paling utama bagi anak. Sungguh betapa mulianya menjadi seorang ibu yang dapat memberikan pelajaran dan pengajaran bagi anaknya. Implikasinya, anak dapat belajar dengan baik dan mudah bersama orang tuanya.
Hal tersebut berbeda dengan fenomena yang terjadi saat ini. Akhir-akhir ini banyak kita saksikan berdirinya bimbingan belajar, baik di kota maupun di daerah. Hal itu diikuti dengan bertambah banyaknya peserta bimbingan belajar. Saat ini peserta bimbingan belajar tidak hanya terbatas pada siswa SMA yang tengah mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk perguruan tinggi saja, namun juga siswa SMP dan SD. Disini penulis tertarik untuk menganalisisnya. Setidaknya fenomena tersebut terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang sedang dipelajari anak ataupun kurangnya waktu orang tua untuk terlibat dalam pendidikan. Oleh karena itu, para orang tua saat ini cenderung mendorong anaknya mengikuti bimbingan belajar dengan harapan guru-guru di bimbingan belajar tersebut dapat membantu anak-anak mereka saat mengalami kesulitan dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Satu hal yang disayangkan adalah kemudian orang tua tidak terus terlibat dalam proses belajar anak. Dari latar belakang itulah, penulis tertarik untuk melakukan analisis sederhana mengenai peran keterlibatan orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak ditinjau dari agama dan psikologi belajar.
Pembahasan
Islam telah menyebutkan pentingnya belajar bagi manusia baik di dalam Alquran maupun hadis. Dalam psikologi belajar, belajar diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku yang relatif positif dan menetap sebagai hasil dari interaksinya terhadap lingkungan dengan melibatkan proses kognitif (Syah, 2012). Karena perubahan bersifat dinamis, maka tentu di dalamnya membutuhkan waktu. Dan selama rentang waktu itulah proses belajar terus berlangsung.
Dari pengertian di atas, dapat kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses dan bukanlah hasil akhir. Oleh karena itu, disini penulis juga lebih menekankan proses belajar (yang terjadi) yang dialami oleh siswa. Terkait dengan menjamurnya bimbingan belajar baik di kota dan di daerah, setidaknya menunjukkan adanya dua kondisi yaitu kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang sedang dipelajari anak ataupun kurangnya waktu orang tua untuk terlibat dalam proses belajar anak.
Jika hal tersebut dikarenakan kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang dipelajari anak, maka keputusan untuk mengikutsertakan anak untuk bimbel adalah baik. Sama halnya dengan mengikutsertakan anak bimbel karena kurangnya waktu orang tua dalam mendampingi anak belajar, maka keputusan itu juga baik Namun lebih baik lagi jika orang tua terlibat dalam proses belajar tersebut. Artinya orang tua tetap memantau perkembangan belajar anak, tidak pasrah sepenuhnya pada guru bimbel.
Sehingga persoalan mengenai keputusan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya bimbel sebenarnya baik, dan tidak salah. Namun, kebanyakan orang tua setelah mendaftarkan anaknya pada lembaga bimbel tertentu, orang tua lepas tangan. Orang tua tidak lagi terlibat dalam proses belajar anak. Orang tua lebih senang bertanya “ulangan matematika kamu dapat nilai berapa?” “semester ini dapat rangking berapa?”. Jika nialinya memuaskan maka orang tua senang, dan jika hasilnya berupa kebalikannya maka orang tua kecewa. Jarang sekali orang tua yang menanyakan seperti ini: “bagaimana belajarmu hari ini, nak? Apakah mendapati kesulitan?
Untuk menjawab persoalan di atas, islam memberikan solusi yang telah tertulis dalam Alquran dan hadis. Islam mewajibkan menuntut ilmu kepada manusia. Sebagaimana hadis nabi yang menyebutkan: “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”; “tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampai ke liang lahat” dan masih banyak lagi. Hadis di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupakan suatu keharusan, karena di dalamnya menggunakan kata perintah. Selain itu belajar juga tidak terbatasi oleh usia maupun jarak . meskipun sudah menjadi orang tua, bukan berarti tugas belajar telah selesai. Ditambah lagi dengan perkataan pepatah arab “Al-ummu madrosatul ula lil aulad”, yang bermakna bahwa menjadi orang tua haruslah pandai, baik pandai otaknya, emosinya, maupun perilakunya, karena pengajaran dan pola asuh yang diberikan akan berdampak pada anaknya.