Lihat ke Halaman Asli

Islam Garis Keras VS Garis Lembek

Diperbarui: 29 April 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sama sekali tak perlu over reaktif, apalagi risau dengan komentar "islam garis keras" Prof.Mahfud yang disematkannya dengan para pemilih atau daerah pemilihan yang memenangkan Prabowo Sandi. Justru yang perlu diperjelas sebenarnya adalah tafsir "Islam garis keras" itu sendiri. Saya sendiri sejak semula sama sekali tak ada kerisauan sedikitpun jika para pemilih Prabowo Sandi yang beragama Islam diidentifikasi sebagai islam garis keras.

Sejujurnya saya bahkan cenderung sepakat. Karena bagi saya tafsir "Islam garis keras" adalah garis batas antara Islam Ahli Sunnah, yakni yang berpegang teguh pada AlQuran dan Sunnah (Hadits) dengan "islam garis lembek" yang mengusung paham Islam Liberal dan Syiah.

Disanalah saya justru dapat menarik garis pemisah antara pemeluk agama Islam Pemilih Prabowo Sandi dengan pemilih Jokowi Ma'ruf. Ada dua titik kutub yang tegas membedakan keduanya walaupun sama-sama mengklaim sebagai pemeluk Islam.

Disana saya dapat memperoleh perbedaan warna yang sangat kontradikitif dari para para pemilih pasangan 01 dan 02, persis sebagaimana saya melihat perbedaan sosok tokoh Islam UAS, Buya Yahya, Adi Hidayat dan Aa Gym dalam satu posisi "Islam garis keras" dengan Gus Nuril, Said Agil Siradj, Buya Syafi'i Ma'arif, Musdah Mulia, dan Gus Yaqut di posisi lainnya sebagai gambaran "islam garis lembek".

Jadi benarlah ketika Prof.Mahfud menyematkan "Islam garis keras" kepada para pemilih Prabowo sebagai  warna Islam yang murni, artinya jelas adalah islam yang fanatik pada kebersihan, kejujuran, keadilan, ke-istiqomahan dan amanah.

Sayapun tak begitu ambil pusing dengan penjelasan Prof.Mahfud berkaitan dengan klarifikasi Islam garis keras yang dimaksudnya, walaupun pada prinsipnya selaras dengan pemahaman garis keras yang saya yakini.

Lagi pula apa pentingnya sih sehingga harus ditebar respon untuk hal-hal yang tak penting itu ditengah-tengah fokus kita mendeteksi dan me-record limpah ruahnya kecurangan proses pemilu yang berlangsung kemarin ?

Rasanya mata ini lebih baik melotot mengawasi proses perhitungan suara oleh KPU yang sering pikun dari pada melotot pada Prof.Mahfud yang sibuk menghitung honor 100 juta nya setiap tanggal gajian.

#salam_sehat

- Nadya Valose -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline