Lihat ke Halaman Asli

Pilpres 2019 dalam Teropong Sinematografi

Diperbarui: 25 April 2019   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Berbagai spekulasi berkembang ketika pertama kali layar televisi swasta ditaburi angka-angka hasil perhitungan QC lembaga survei. Publik seperti tengah menonton telenovela kejar tayang, komentar, kritik, protes, makian, terus berkumandang saling bersahutan.

Siapapun master mind, sutradara, penulis script, pengarah gaya dan semua kru di belakang layar yang merancang design rekayasa opini publik pasca Pilpres 2019 jelas jelas sangat ceroboh bahkan terkesan amatiran.

Seperti menonton film action melayu saja, alur cerita bukan saja mudah ditebak, namun adegan demi adegan yang dimainkan oleh masing-masing pemeran sangat monoton.

'Conflict creation' sangat terlihat dibuat sangat kasar dan 'story telling' juga terkesan linier sehingga kecurang-kecurangan yang dilakukan terlihat sangat vulgar dan nyata.

Tak ada seni dan ekspertise skil yang profesional dalam upaya konspirasi merancang sebuah data yang manipulatif dan kecurangan. Bahkan suku pedalaman yang tak pernah nonton sinetron pun rasa-rasanya dengan kasat mata bisa menebak bahwa kecurangan tengah berlangsung.

Dan perasaan itu ternyata terbukti benar, karena suku di pedalaman Puncak Jaya, Papua akhirnya melakukan aksi bakar dokumen dan kotak suara pemilu juga sebagai pelampiasan ekspresi kejengkelan melihat tayangan kecurangan yang vulgar.

Ditengah masyarakat yang terlanjur melek teknologi dan informasi, memahami kecurangan pemilu yang berlangsung 17 april kemarin bagaikan seorang jagoan motor cross disuruh mengendarai sekuter matic. Semua pasti bisa dan mudah melakukannya.

Jika di teropong dalam kacamata sinematografi, Pilpres 2019 itu bagaikan sebuah film kolosal yang seharusnya ber-genre Dokumenter. Namun dalam tayangan tiap-tiap episodenya terjadi pergeseran genre.

Episode babak pertama pasca usainya pencoblosan suara berlangsung diawali dengan adegan saling klaim, saling tuduh dan saling deklarasi. Adegan-adegan yang menggeser genre dokumenter menjadi genre Komedi.

Hanya saja sayangnya menjadi komedi politik paling tak lucu dalam sejarah politik kekuasaan di Indonesia pada episode pertama ini.

Lalu bagaimana babak episode tengah dan babak akhirnya ? Rakyat sebagai publik pemirsa masih setia menunggu tayangan selanjutnya, karena memang sinopsis telenovela Pilpres 2019 tidak pernah dirilis dan tidak pernah ada yang tau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline