Lihat ke Halaman Asli

Tantangan: Mengembangkan Empati Saat Komunikasi

Diperbarui: 7 Januari 2025   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://pin.it/1ivO75aCI

       

        Di era yang sudah canggih ini, kemampuan berempati menjadi satu di antara sekian banyak keterampilan yang paling penting untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis berdasarkan keragaman budaya dan karakteristik individu. Maka dengan itu, kita sebagai individu dalam masyarakat akan dapat lebih peduli untuk menghargai hal-hal yang telah tersedia pada sekitar kita. Namun akhir-akhir ini banyak sekali data-data yang mencontohkan betapa rendahnya empati dalam dunia pendidikan dan berdampak pada banyaknya permasalahan sosial. Contohnya adalah perundungan dari siswa satu kepada siswa yang lain. Kemudian terdapat sikap anarkis dan arogansi pada siswa dan mereka melampiaskan sikap anarkis dan arogansinya menjadi perkelahian antar sesama teman atau pun bahkan hingga antar sekolah. Hal itu terjadi karena kurangnya empati antar sesamanya, dan hanya sebatas tahu mengejek dan tidak tahu terima kasih.

        Untuk mendalami tentang empati, disini terdapat pengertian mengenai empati menurut beberapa ahli. Yang pertama menurut Davidson & McEwen (2012), empati adalah bagian mendasar perkembangan sosial dan emosional pada yang berkaitan dengan kesejahteraan, fleksibilitas, dan ketahanan di kemudian hari. Ketika empati yang dimiliki suatu individu ini tergolong rendah maka akan berdampak pada kehidupannya, baik kehidupan pribadi maupun sosial. Yang kedua Adler (2021), berpendapat bahwa empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, seolah-olah kita berada pada posisi mereka. Kemudian yang ketiga menurut pendapat Goleman (2004), beliau menyatakan bahwa empati ialah kemampuan membaca emosi dan memahami perasaan orang lain. Dan yang keempat pengertian empati menurut Stein & Book (1997), empati adalah suatu kemampuan menyadari dan menghargai perasaan serta pikiran orang lain. Yang kelima dan terakhir menurut Davis (1980), empati itu memiliki kapasitas afektif untuk merasakan perasaan orang lain dan kapasitas kognitif untuk memahami sudut pandang mereka.

        Pengembangan empati di kalangan siswa perlu  menjadi sorotan utama dalam pendidikan masa kini. Hal ini dapat dicapai melalui program pendidikan karakter seperti sekolah karakter yang baik dengan mengikuti prinsip-prinsip pendidikan karakter atau melakukan sosialisasi tentang pentingnya empati, kemudian di kurikulum merdeka yang dimana terdapat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau yang biasa disebut dengan P5, kita juga dapat menyelipkan simulasi tentang apa itu empati melalui pertunjukan seni seperti drama dengan tema empati pada saat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) berlangsung, dan pembelajaran eksperiensial yang menekankan pada pemahaman perspektif. Jadi tidak ada salahnya jika para pendidik seperti kepala sekolah, guru wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling (BK), dan guru-guru lainnya untuk mulai menanamkan empati kepada peserta didik kita sejak dini. Guna membantu mereka untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang dapat menghargai setiap perbedaan, dapat selalu bersikap tenang saat hendak menyelesaikan konflik yang dimilikinya, dan menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan harmonis. Namun tentu saja itu tidak mudah, karena di dalam proses mengembangkan empati saat berkomunikasi ini selalu ada tantangan atau hambatan di dalamnya. Berikut beberapa tantangannya dalam mengembangkan empati saat berkomunikasi beserta solusinya:

1. Emosional

        Emosi negatif seperti kemarahan, frustrasi, dan ketakutan sering kali mempersulit pemahaman dan memperburuk komunikasi. Ketika emosi mendominasi, pesan yang disampaikan mungkin dapat memicu kesalahpahaman karena adanya kesalahan dalam penerimaan pesan tersebut. Solusi dari tantangan emosional ini yaitu bisa dengan cara melatih kesabaran dan mencoba untuk mengelola emosi dengan baik, misalnya melalui teknik relaksasi dan percakapan terbuka. Hal ini juga memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan perasaannya tanpa merasa dihakimi, sehingga menciptakan suasana yang memupuk komunikasi.

2. Perbedaan Budaya

        Perbedaan nilai, norma, dan adat istiadat antar budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Misalnya, terdapat perbedaan di dalam intonasi gaya bicara yang dimana hal itu dapat disalahpahami. Untuk solusi dari tantangan yang ditimbulkan oleh perbedaan budaya yaitu dengan cara mempelajari perbedaan budaya dan pahami dengan pikiran terbuka. Gunakan komunikasi nonverbal dengan hati-hati dan ingatlah bahwa maknanya mungkin berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Ini akan membantu untuk membangun rasa saling pengertian.

3. Perbedaan Bahasa

        Penggunaan kata singkatan (kata slank) atau perbedaan bahasa dapat menjadi hambatan dalam mengkomunikasikan pesan Anda secara efektif. Pesan yang disampaikan mungkin tidak dapat dipahami atau malah menimbulkan kebingungan. Solusi yang dapat digunakan untuk meminimalkan potensi terjadinya tantangan dalam perbedaan bahasa yaitu dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas agar dapat dipahami oleh orang lain. Jika dirasa kata-kata itu membingungkan, harap jelaskan. Pastikan semua pihak memahami pesan yang disampaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline