Di tengah modernisasi yang terus berkembang, Suku Baduy tetap memegang teguh tradisi dan hidup selaras dengan alam. Terletak di Kabupaten Lebak, Banten, Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Meskipun keduanya mempunyai kehidupan yang sangat tradisional, terdapat perbedaan dalam penerapan aturan adat dan interaksi dengan dunia luar. Menjelajahi Baduy Luar tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang memukau, tetapi juga memberikan pengalaman mendalam tentang kearifan lokal yang dijaga turun-temurun oleh masyarakatnya.
Kamis, 30 Mei 2024 mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengadakan perjalanan ke Baduy Luar, sebuah desa yang terletak di Banten dan dikenal karena kehidupan tradisionalnya yang masih terjaga. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Digital Creativepreneurship angkatan 2021, di mana hasil dari kegiatan ini berupa video dokumenter karya mahasiswa. Selain memberi kesempatan untuk mengeksplorasi keindahan alam, kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai kebudayaan lokal yang unik dan mempererat hubungan persaudaraan di antara para mahasiswa.
Perjalanan dimulai pada pagi hari di kampus UMJ, seluruh mahasiswa berkumpul di titik keberangkatan dengan semangat dan antusiasme yang tinggi. Perjalanan menuju Baduy Luar, memakan waktu sekitar lima jam dengan menggunakan bus. Selama perjalanan, mahasiswa di suguhkan pemandangan alam yang indah, mulai dari hamparan sawah hingga perbukitan yang hijau. Mereka memanfaatkan waktu ini untuk berdiskusi tentang pengalaman dan pembelajaran yang akan mereka dapatkan di Baduy Luar.
Setibanya di Desa Ciboleger, gerbang masuk menuju kawasan Baduy. Seluruh mahasiswa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki yang diarahkan oleh Kang Mursyid, salah satu tour guide Kampung Baduy. Ramainya pengunjung pada saat itu membuat mereka sedikit terlambat dalam perjalanan, sehingga mereka harus menunggu giliran dengan para pengunjung lain. Kang Mursyid pun mengatakan bahwa pengunjung yang datang ke Baduy dikarenakan ingin merasakan kehidupan masyarakat Baduy, "Biasanya para pengunjung datang ke sini karena ingin menginap dan mengetahui gimana keseharian kita, mereka bisa menginap di rumah beberapa warga yang sudah disiapkan. Para pengunjung diperbolehkan untuk menginap di Baduy Luar maupun Baduy Dalam," ujarnya.
Dengan teriknya panas matahari, tidak melunturkan semangat mereka untuk melanjutkan perjalanan menuju perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Perjalanan kaki ini memakan waktu sekitar tiga jam, melewati setapak yang dikelilingi hutan dan perbukitan.dan tak lupa sungai yang terbentang luar dengan air yang jernih. Selama perjalanan banyak pengalaman menarik yang dapat dikenang sepanjang masa, terutama pada momen kebersamaan.
Sesampainya di Baduy Luar, pengunjung akan di suguhi pemandangan rumah-rumah tradisional yang terbuat dari bahan alami seperti bambu dan ijuk. Rumah-Rumah ini dibangun tanpa paku, namun dengan teknik ikat yang kuat dan tahan lama. Bagi seluruh pengunjung juga berkesempatan untuk melihat langsung berbagai aktivitas sehari-hari masyarakat Baduy Luar, mulai dari bertani hingga membuat kerajinan tangan.
Kang Mursyid mengatakan bahwa masyarakat Baduy tidak memiliki sistem pendidikan formal, mereka memiliki sistem yang cukup baik untuk pemerintahan dan ekonomi mereka, "mereka tidak sekolah karena tidak ada sekolah formal di sini, jadi mereka hanya diajarkan oleh orang tua masing-masing di rumah," katanya.
Dalam sistem pemerintahan Suku Baduy, jabatan tertinggi dipegang oleh Puun. Puun harus berasal dari kalangan Baduy Dalam dan mereka bertanggung jawab untuk menetapkan hukum serta mengurus semua hal yang berkaitan dengan adat istiadat suku mereka. Sedangkan dalam segi perekonomian, Masyarakat Baduy dikenal sebagai komunitas yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Mereka tidak membeli beras, melainkan menanamnya sendiri.
Mereka juga tidak membeli baju, tetapi menenun kain sendiri. Proses pembuatan kain tenun tradisional menjadi salah satu hal yang menarik perhatian pengunjung. Para wanita Baduy dengan sabar dan telaten menenun benang kain dengan motif-motif yang indah. Setiap motif yang dihasilkan memiliki makna dan cerita tersendiri, mencerminkan kearifan lokal dan kehidupan mereka yang selaras dengan alam.
Di area lain, warga menjual berbagai madu yang konon katanya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, kerajinan tangan seperti gelang, dan gantungan kunci, tongkat kayu, serta kain tenun. Pemandangan ini, memberikan gambaran nyata tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy yang sederhana namun kaya akan budaya dan kearifan lokal, menambah nilai dan makna dalam perjalanan para mahasiswa.
Aktivitas utama masyarakat Baduy untuk menopang kehidupan mereka adalah bercocok tanam di ladang, yang sering disebut Huma, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti padi. Mereka menerapkan sistem pertanian yang sangat bijak dengan mengolah ladang secara bergilir guna menjaga kesuburan tanah dan mengutamakan kelestarian alam. Masyarakat Baduy tidak menggunakan pupuk kimia atau pestisida, melainkan mengandalkan pupuk organik dan teknik alami untuk menjaga tanaman mereka dari hama. Prinsip ini tidak hanya menjaga kesuburan tanah, melainkan juga memastikan keberlanjutan ekosistem.