Lihat ke Halaman Asli

Nadya Narissa

Mahasiswa

Proses Industri Tekstil Berbahan Kapas yang Menyebabkan Emisi Gas Rumah Kaca

Diperbarui: 9 Januari 2024   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Nadya Narissa Kurniawan (6032301066)

Proses Industri Tekstil Berbahan Kapas yang Menyebabkan Emisi Gas Rumah Kaca

Proses produksi tekstil berbahan kapas, mulai dari pertanian hingga produk akhir, melibatkan kegiatan-kegiatan yang secara substansial melepaskan gas-gas yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Pertanian kapas konvensional sebagai tahap awal produksi tekstil menggunakan pupuk dan pestisida, yang menciptakan emisi gas rumah kaca oleh pelepasan gas dinitrogen monoksida. Selain itu, deforestasi yang terkait dengan pertanian kapas memberikan kontribusi besar pada pelepasan karbon dioksida ke atmosfer. 

Pengunaan mesin dan peralatan yang digunakan dalam penanaman, pemeliharaan, dan panen kapas yang beroperasi dengan bahan bakar fosil, menghasilkan emisi karbon dioksida. Selain itu, penggunaan air dalam irigasi kapas meningkatkan emisi gas rumah kaca karena energi diperlukan dalam pengolahan dan distribusi air. Proses pemrosesan kapas menjadi serat melibatkan penggunaan energi besar, menggunakan bahan bakar fosil yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Tahap pewarnaan dan penyelesaian tekstil melibatkan bahan kimia dan energi, yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Terakhir, distribusi produk tekstil akhir menggunakan transportasi berbahan bakar fosil, menyumbang pada emisi gas rumah kaca selama rantai pasokan.

Pertanian kapas konvensional sebagai tahap awal produksi tekstil menggunakan pupuk dan pestisida, yang menciptakan emisi gas rumah kaca oleh pelepasan gas dinitrogen monoksida. Pemakaian pupuk kimia dalam pertanian kapas konvensional dapat meningkatkan tingkat nutrisi tanah, namun juga menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca, terutama gas dinitrogen monoksida yang merupakan hasil dekomposisi bahan organik di tanah. Saat pupuk nitrogen dipakai dalam jumlah besar pada pertanian kapas konvensional, proses nitrifikasi dalam tanah dapat meningkatkan produksi gas dinitrogen monoksida, yang memiliki potensi pemanasan global yang lebih besar daripada gas karbon dioksida. 

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman kapas konvensional dapat menciptakan residu kimia yang mencemari tanah dan air, serta berkontribusi pada menurunnya keseimbangan ekosistem. Penggunaan pestisida pada pertanian kapas konvensional dapat memicu reaksi kimia tertentu dalam tanah yang menyebabkan proses denitrifikasi, yang menghasilkan emisi gas dinitrogen monoksida sebagai produk sampingan. Proses pertanian kapas konvensional yang melibatkan penggunaan pupuk dan pestisida cenderung memicu penurunan kualitas tanah secara keseluruhan, karena dapat merusak mikroorganisme tanah yang berperan penting dalam menjaga kesuburan dan keberlanjutan tanah. Mikroba pelarut fosfat berperan dalam menyediakan nutrisi penting, dan keberlanjutan tanah dapat terancam jika mikroba-mikroba ini rusak.

Deforestasi yang terkait dengan pertanian kapas memberikan kontribusi besar pada pelepasan karbon dioksida ke atmosfer. Praktek deforestasi yang dilakukan untuk membuka lahan pertanian kapas seringkali melibatkan penebangan besar-besaran pohon, yang menghilangkan kemampuan hutan dalam menyerap karbon dari atmosfer.Data dari Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menunjukkan bahwa sekitar 80% deforestasi di beberapa negara terkait dengan perluasan lahan pertanian, termasuk pertanian kapas, yang berdampak besar pada pelepasan karbon dioksida. 

Pembukaan lahan untuk pertanian kapas melalui deforestasi menyebabkan terdegradasinya tanah hutan yang sebelumnya menyimpan sejumlah besar karbon organik, yang kemudian dilepaskan ke atmosfer sebagai karbon dioksida.Studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change menyebutkan bahwa pertumbuhan industri kapas yang cepat, yang mendorong deforestasi, berkontribusi secara signifikan pada peningkatan emisi karbon dioksida global Deforestasi untuk pertanian kapas tidak hanya merusak ekosistem hutan, tetapi juga menghilangkan sumber daya alam yang dapat membantu dalam penyerapan karbon, seperti tumbuhan dan akar yang mati. Praktek deforestasi untuk pertanian kapas di negara-negara produsen utama, seperti Brasil dan India, telah menyebabkan peningkatan emisi karbon dioksida sekitar 6% hingga 17%, sesuai dengan laporan dari Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam penanaman, pemeliharaan, dan panen kapas beroperasi dengan bahan bakar fosil, menghasilkan emisi karbon dioksida. Penggunaan mesin dan peralatan dalam seluruh siklus pertanian kapas, dari penanaman hingga panen, seringkali mengandalkan bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel, yang dapat menyebabkan pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer. Penggunaan traktor dengan mesin diesel dalam proses penanaman kapas dapat menghasilkan  emisi karbon dioksida yang signifikan, terutama dalam skala besar di daerah pertanian yang luas. Mesin traktor, pengirit air, dan peralatan lainnya yang digunakan dalam pertanian kapas memerlukan bahan bakar fosil untuk operasionalnya, menyebabkan sejumlah besar emisi gas rumah kaca, termasuk karbon dioksida, yang berkontribusi pada perubahan iklim. Menurut laporan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), mesin-mesin pertanian yang digunakan dalam produksi kapas di beberapa negara masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, menyumbang pada emisi gas rumah kaca secara keseluruhan. 

Secara umum, mesin-mesin berbahan bakar fosil yang banyak digunakan dalam pertanian kapas tidak hanya menciptakan emisi karbon dioksida, tetapi juga menciptakan dampak lingkungan yang signifikan melalui polusi udara dan kerusakan lahan. Praktek panen kapas menggunakan mesin picker berbahan bakar fosil, yang umum digunakan dalam industri kapas, dapat menjadi sumber emisi karbon dioksida yang signifikan, terutama ketika operasionalnya melibatkan penggunaan mesin-mesin besar dan efisiensi rendah.

Penggunaan air dalam irigasi kapas meningkatkan emisi gas rumah kaca karena energi diperlukan dalam pengolahan dan distribusi air.  Penggunaan air dalam irigasi kapas tidak hanya berkaitan dengan konsumsi langsung air, tetapi juga memerlukan energi untuk proses pengolahan, distribusi, dan pemompaan air, yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Sistem irigasi kapas di daerah tertentu memanfaatkan pompa listrik yang beroperasi dengan bahan bakar fosil, seperti diesel, untuk mengangkut air dari sungai ke ladang, menciptakan emisi gas rumah kaca dalam prosesnya. Sistem irigasi kapas yang sering menggunakan teknologi pompa dan saluran air untuk mendistribusikan air ke ladang memerlukan penggunaan energi tambahan, yang pada gilirannya dapat menciptakan emisi karbon sebagai dampak dari produksi dan konsumsi energi.Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Environmental Management, sebagian besar emisi karbon yang terkait dengan irigasi kapas berasal dari kebutuhan energi yang tinggi dalam memompa dan mendistribusikan air irigasi.  Praktek irigasi yang intensif dalam pertanian kapas, terutama pada daerah yang mengalami tekanan air, dapat menyebabkan kebutuhan energi yang besar untuk memompa air dari sumbernya ke lahan pertanian, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Sistem irigasi kapas yang mengandalkan energi listrik dari pembangkit listrik konvensional dapat menciptakan emisi gas rumah kaca tambahan, terutama jika sumber daya energi tersebut bersumber dari bahan bakar fosil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline