Lihat ke Halaman Asli

Pandangan Masyarakat Gen Z di Surabaya terhadap Larangan Impor Pakaian Bekas

Diperbarui: 16 April 2023   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nadya Nareswari Azvandara, Ferdy El Saputra F. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Dosen Pengampu: Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A - Mata Kuliah Opini Publik dan Propaganda

Latar Belakang

Sebagai makhluk hidup, manusia selalu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu dari kebutuhan manusia yang harus dipenuhi yaitu pakaian. Pakaian merupakan kebutuhan primer karena selain fungsinya untuk melindungi bagian tubuh dari hal-hal yang dapat berefek buruk bagi tubuh, pakaian dapat menunjang gaya hidup kita agar bisa tampil lebih percaya diri. Hal tersebut dapat mempengaruhi banyaknya kemunculan industri pakaian yang telah beredar dan selalu menciptakan tampilan-tampilan baru yang jenis dan rupanya bermacam-macam.

Hampir semua remaja maupun orang dewasa berusaha untuk terlihat keren dan modis dengan mengikuti tren-tren fashion yang sedang terjadi. Sebagian orang akan mencari cara untuk tetap terlihat modis, namun dengan modal yang minimal untuk memaksimalkan gaya mereka yang sudah mereka tetapkan. 

Cara lain yang dapat dilakukan selain membeli pakaian baru yakni dengan membeli pakaian produk lokal yang mulai memberikan banyak update mengikuti perkembangan brand besar ataupun para khalayak yang melakukan kegiatan membeli pakaian bekas atau yang lebih dikenal menggunakan kata thrift shopping atau thrifting. 

Thrifting di Indonesia mulai muncul pada awal tahun 2010-an dan konsumennya pun tidak jauh dari anak-anak muda yang memiliki keinginan agar dapat tampil unik dan juga berbeda dari yang lain. Hal tersebut didukung dengan munculnya toko-toko antik dan toko pakaian bekas atau thrift store.

Masyarakat menganggap dengan membeli pakaian bekas dapat meminimalisir limbah-limbah tekstil. Dan juga dengan membeli pakaian thrift konsumen tidak jarang menemukan pakaian brand besar yang masih layak pakai akan tetapi dengan harga yang jauh berbeda dengan harga asli dari brand tersebut. 

Menurut survey yang dilakukan oleh salah satu media mengenai tren fashion dengan responden 261 orang, 49,4 % dari responden mengaku pernah membeli pakaian thrift 34,5% tidak pernah mencoba membeli pakaian thrift dan sisanya mengatakan tidak akan melakukan hal tersebut. 

Para peminat tren thrift mengatakan bahwa pakaian thrift ini secara tampilan tidak seperti pakaian bekas lalu harga yang didapatkan jauh dari harga asli. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang mengkritik akan kegiatan thrifting ini.

Beberapa orang menganggap bahwa dengan adanya tren thrifting ini, dapat membantu mengurangi limbah tekstil yang ada di dunia. Akan tetapi mereka menganggap bahwa munculnya tren thrifting ini juga dapat menghancurkan pasar pakaian baru dan brand lokal yang baru merintis di Indonesia. Selain dapat merusak pasar pakaian baru maupun lokal, kegiatan ini juga dapat menyebabkan masyarakat menjadi berperilaku konsumtif karena harga dari pakaian thrift yang relatif terjangkau. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline