Lihat ke Halaman Asli

Cerita Kita

Diperbarui: 20 Mei 2021   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sunyi tanpa sajak yang membekas. Jejak kita yang tertinggal di sebuah catatan senja. Himpunan kata yang pernah kita ciptakan. Sesaat kita memutar waktu untuk saling mengingati kisah kita.

Ingatkah saat kita saling berpapasan? Menepi di sebuah keadaan yang tak kan pernah jauh. Titip semua luka kepada rindu yang selalu mendampingi. Tawa, tangis, telah kita lalui bersama.

Jari-jemari yang pernah bersatu. Rangkulanmu membuat jiwa ini tenang. Hati yang pernah tersakiti sesaat menjadi lega. Akar kata yang pernah diucapkan kala itu, tak puas rasanya jika kita belum membuat akhir cerita. Sesaat kumerenungi sebuah kenangan.

"Bila kau masih diam tanpa kata, aku akan tetap di sini. Bila kau berbicara kepadaku, aku siap mendengar suaramu, Deri," tukasku kepada Deri. 

"Diana, masih bertahan kamu denganku? Sudah aku katakan padamu, aku akan meninggalkan luka. Namun, kamu masih bertahan denganku. Jangan berharap padaku yang telah membuatmu menangis di sepanjang malammu," jelas Deri kepadaku.

Air mataku tak terasa telah jatuh detik demi detik. Biarkanlah luka yang selalu bersamaku. Kita telah menorehkan hati. Sebentar saja yang aku inginkan padamu waktu itu. Semua telah hilang. 

"Kamu tidak bisa mengatakan itu padaku, Deri. Seharusnya kita melawan keperihan hati. Kita bukanlah sebuah catatan. Kita sebuah kisah baru yang akan kita jalani sampai Allah memberkati kita. Seharusnya kita saling menggenggam, kita seharusnya memiliki harapan yang sama. Pahamilah kata-kataku ini, Deri."

"Kamu dan aku tidak sejalan. Biarkan waktu yang berjalan sesuai alurnya. Kita hanya sebatas pengisi waktu yang berjalan. Kamu bagaikan jarak yang bisa mengubah sebuah garis khatulistiwa. Kita tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya. Jika Allah tidak berkehendak untuk kita, aku dan kamu sebagai cerita sementara."

Hujan mulai turun membasahi dataran. Petir mulai bergemuruh. Angin mulai mengembus dengan arah yang disukainya. Pohon telah bergoyang sesuai arah mata angin. Kita, hanya menjadi sebuah kesimpulan tak ada arti.

Setidaknya aku pernah berjuang, batinku.

 Dia pergi meninggalkanku. Langkah kakinya begitu ringan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline