Penumpukkan sampah sepertinya sudah menjadi rahasia publik, diiringi oleh pemanasan global, perubahan iklim, dan kawan-kawannya. Contoh kasusnya saja, dikutip dari Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022, tercatat bahwa hasil input dari 202 kabupaten/kota se Indonesia memiliki jumlah timbunan sampah secara keseluruhan (nasional) diangka 21.1 juta ton.
Dimana dari total jumlah produksi sampah tersebut, terdapat sebesar 65.71% (13.9 juta ton) sampah yang masih dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) sampah masih belum bisa terkelola dengan baik.
Namun, rahasia umum yang berisikan masalah itu memang sangat sulit untuk diselesaikan, yang akhirnya membuat beberapa masyarakat menutup mata, menjauh, atau terdiam karena tidak tahu apa-apa. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, karena pada dasarnya individu akan memilih untuk menjauhi hal-hal yang dirasa tidak mengenakkannya. Fenomena tersebut disebut avoidance modus, yaitu ketika individu memilih untuk menjauh dari sebuah objek persepsi (Hesselgren, 1975).
Meskipun begitu, beberapa aspek memang bisa diselesaikan dengan beberapa kebijakan pemerintah, namun tidak semata-mata lantas kita angkat tangan. Lalu, apa yang sebenarnya bisa kita lakukan?
Mari berkenalan dengan zero waste lifestyle. Mengutip dari situs Dampak Sosial Indonesia (2022), Zero waste lifestyle merupakan sebuah filosofi yang dapat dijadikan sebagai gaya hidup seseorang dengan tujuan untuk mengoptimalkan siklus hidup dan bersikap bijak dalam mengkonsumsi makananan.
Zero waste lifestyle juga mengajarkan 2 kita untuk menjauhi penggunaan single use plastic atau plastik sekali pakai, agar tujuan sampah-sampah tadi tidak di kirim ke landfill (lahan tanah pembuangan akhir). Zero waste lifestyle ini bukan semata-mata bertujuan untuk membantu penanganan pemanasan global, namun dapat menjadi bagian dari pola hidup bersih dan sehat.
Dapat disimpulkan disini kalau zero waste lifestyle tidak hanya membahas tentang bagaimana kita mengenai daur ulang, tetapi mencakup refuse (Menolak), reduce (mengurangi), dan reuse (penggunaan kembali). Selain itu, gaya hidup zero waste ini menantang masyarakat untuk mengevaluasi gaya hidupnya, salah satunya dengan cara melihat bagaimana yang kita mengonsumsi, membeli, dan memproduksi sesuatu.
Pada penerapan gaya hidup ini, sampah yang akan dikelola merupakan sampah yang dihasilkan oleh diri kita sendiri. Dimana hal ini bermaksud untuk menjaga kelestarian lingkungan, dimana dalam penerapannya dimaksudkan untuk mengatur produksi dan konsumsi berkelanjutan, mengoptimalisasi daur ulang, dan memulihkan sumber daya dengan pemulihan semua produk, kemasan, dan bahan yang telah menjadi sampah tanpa membakarnya dan membuangnya ke tanah, air, atau udara yang dapat mengancam lingkungan atau kesehatan manusia (Zaman, 2015).
Lalu, bagaimana cara kita memulai gaya hidup ini? Mengutip dari Enesis Group (2023), terdapat enam cara yang bisa kita, sebagai pemula, terapkan untuk memulai gaya hidup zero waste lifestyle, diantaranya:
1. Manfaatkan bahan-bahan atau barang yang ramah lingkungan
Mulai menggunakan peralatan ramah lingkungan yang kuat dan tahan lama, seperti menggunakan pembalut dari kain yang ramah lingkungan, botol minuman dari stainless steel/kaca, tote bag untuk belanja, dan sebagainya. Hal ini bermaksud agar kita tidak mudah untuk mengganti barang yang nantinya hanya berakhir di tempat sampah.