Doni Adalah seorang lelaki tua, dengan mata lelah dan punggung bungkuk, yang tujuan hidupnya satu-satunya adalah merawat cucu kecilnya, Luciana. Setelah kematian orang tuanya karena kecelakaan, Luciana ditinggalkan dalam perawatan mereka. Itu satu-satunya yang tersisa, satu-satunya cahaya yang terus bersinar dalam hidupnya yang layu.
Luciana telah sakit selama berminggu-minggu, tubuhnya yang rapuh dan demam hampir tidak mempunyai kekuatan untuk bergerak. Kelaparan menjadi semakin parah di rumah kecil tersebut, dan kemiskinan telah menghilangkan harapan untuk mendapatkan bantuan. Doni, dengan tangan gemetar dan jiwa terkoyak ketidakberdayaan, melakukan apa yang dia bisa untuk meringankan penderitaan cucunya. Tapi uangnya sudah lama habis, dan para tetangga, yang juga putus asa, tidak punya apa-apa lagi untuk ditawarkan.
Suatu hari, ketika demam Luciana mencapai titik tertinggi dan tubuh kurusnya hampir tidak merespon, Doni membuat keputusan putus asa. Dia tahu ada makanan di toko kota, dan meskipun dia tidak punya uang, dia tidak bisa duduk diam dan menyaksikan kehidupan cucunya memudar di depan matanya. Maka, dengan hati penuh rasa bersalah dan putus asa, dia meninggalkan rumahnya dan berjalan menuju toko.
Jalanan sepi, udara dingin, dan kesedihan atas keputusannya sendiri menemaninya. Dia memasuki toko dan, memastikan tidak ada yang melihatnya, mengambil sepotong roti dan sekaleng sup, setidaknya untuk mencoba membantu cucunya bertahan hidup di hari lain. Dia tahu dia melakukan kejahatan, tapi cintanya pada Luciana mendorongnya melampaui batas kemampuannya.
Namun, dia kurang beruntung. Pemilik toko, seorang pria bertubuh besar dan pemarah, menemukannya sebelum dia sempat pergi. Marah, dia mulai membentaknya, menyebutnya pencuri dan sampah. Doni mencoba menjelaskan kepadanya, memohon agar dia mengerti, bahwa itu semua terjadi karena cucunya yang sakit, namun permohonan itu tidak didengarkan. Dalam kemarahannya, pria itu tidak menunjukkan belas kasihan.
Dia mendorongnya keluar dari toko dan, di hadapan orang-orang yang lewat, mulai memukulnya. Doni, rapuh dan lemah, terjatuh ke tanah tanpa kekuatan untuk membela diri. Dia meneriakkan nama Luciana, tapi tidak ada yang mendengarnya. Pukulan itu tidak berhenti, dan tak lama kemudian yang lain ikut bergabung, memukulnya tanpa berpikir panjang, tanpa mendengarkan alasan lelaki tua yang hanya ingin menyelamatkan cucunya itu. Rasa sakitnya tak tertahankan, tapi yang lebih menyakitkan adalah mengetahui bahwa dia tidak akan pernah bertemu Luciana lagi.
Doni tidak bangun lagi. Tubuhnya dibiarkan tergeletak di jalan, di tengah dinginnya hujan musim gugur, sementara makanan yang dia coba curi berserakan di sekelilingnya. Tidak ada yang membantu, tidak ada yang berhenti untuk bertanya mengapa dia melakukan itu. Yang ada hanya keheningan, keheningan yang menyelimuti akhir hidupnya.
Luciana, sendirian di rumah, tidak pernah tahu apa yang terjadi. Dia menunggu kakeknya, memanggilnya dalam mimpi buruk, tapi kakeknya tidak pernah kembali. Cahaya kecilnya, alasan dia bertarung, padam pada malam yang sama, membawa serta secercah harapan terakhir yang coba dilindungi oleh Doni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H