Di bawah sinar bulan Alea berjalan sendirian melalui jalan-jalan sempit berbatu di Wesley, sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan dan diselimuti kabut hampir sepanjang tahun.
Dia datang ke sana untuk melarikan diri dari kehidupannya di kota, mencari ketenangan yang hanya bisa ditawarkan oleh tempat terpencil. Dia tidak pernah mengira hidupnya akan berubah drastis, apalagi menemukan cinta di sudut yang gelap.
Suatu malam, saat berjalan melewati kuburan, ada sesuatu yang berubah. Angin berhenti bertiup, kicauan jangkrik pun mereda, dan perasaan kehadiran menjalari dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Saat itulah dia melihatnya untuk pertama kalinya: seorang pria jangkung, dengan rambut hitam dan mata yang sangat gelap, berdiri di bawah cahaya bulan yang pucat.
Ia tampak seperti sosok yang diambil dari masa lain, berpenampilan anggun yang tidak sesuai dengan tempat atau waktu.
“Selamat malam,” katanya, suaranya lembut namun bergema.
Alea, meski terkejut, tidak merasa takut. Ada sesuatu dalam dirinya yang anehnya terasa familier. Seolah-olah dia sudah mengenalnya selamanya, meskipun dia belum pernah melihatnya sebelumnya.
"Selamat malam," jawabnya sambil menatapnya, mencoba mencari tahu siapa pria yang muncul di hadapannya di tempat yang paling tidak terduga.
"Aku sudah menunggumu," tambahnya, mengambil langkah ke arahnya.
—Menungguku? —Alea bertanya, merasakan jantungnya mulai berdebar kencang.