Lihat ke Halaman Asli

Nadya Putri

Freelancer

Mitos Seputar Siswa Berkacamata adalah Siswa Pintar

Diperbarui: 14 Agustus 2024   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Siswa Berkaca Mata, sumber: Pixabay/popmelon)

Bersulang untuk kita yang pernah Percaya kalau murid berkacamata adalah murid pintar. Mitos siswa cemerlang berkacamata ada daya tarik tersendiri dalam mengenang kembali keyakinan yang kita anut semasa kanak-kanak, terutama keyakinan yang dianut secara luas dan dianut tanpa ragu. 

Salah satu mitos yang paling bertahan lama di masa sekolah kami adalah anggapan bahwa siswa yang berkacamata lebih pintar, lebih rajin, dan ditakdirkan untuk menjadi hebat. Sudah menjadi peraturan tak terucapkan bahwa anak berkacamata yang duduk di depan kelas ditakdirkan untuk menjadi pembaca pidato perpisahan kelas, sementara kami semua harus puas hanya dengan berusaha mengikutinya. 

Namun dari manakah kepercayaan ini berasal, dan mengapa kepercayaan ini diterima secara universal? Mungkin itu adalah representasi budaya dari karakter berkacamata dalam film, buku, dan acara televisi. Dari Hermione Granger yang kutu buku di serial Harry Potter hingga Velma yang cerdas di Scooby-Doo, kacamata sering kali merupakan singkatan visual untuk kecerdasan dan kecakapan akademis. 

Media memperkuat stereotip ini, dan kami, sebagai anak-anak yang mudah dipengaruhi, menganggapnya sebagai kebenaran Injil. Di dalam kelas, stereotip ini muncul dengan cara yang halus. Guru sering kali memuji siswa "baik" yang berkacamata, memperkuat gagasan bahwa mereka secara alami lebih fokus dan mampu.

Orang tua juga terkadang ikut serta dalam mitos tersebut dan mendorong anak-anak mereka untuk memandang teman berkacamata sebagai panutan. Seolah-olah memakai kacamata adalah sebuah lencana kehormatan, sebuah tanda bahwa Anda ditakdirkan untuk sukses secara akademis. 

Namun, seiring bertambahnya usia, kami mulai menyadari bahwa kecerdasan dan kesuksesan akademis tidak ada hubungannya dengan apakah Anda memakai kacamata atau tidak. Kami bertemu dengan siswa brilian yang tidak membutuhkan lensa korektif dan siswa lain yang memakai kacamata tetapi kesulitan secara akademis. Dunia ini jauh lebih kompleks dan bernuansa daripada persamaan sederhana masa kanak-kanak.

Namun, ada kegemaran mengenang hari-hari ketika kacamata melambangkan lebih dari sekadar alat bantu visual. Mereka mewakili harapan dan keyakinan bahwa siapapun, dengan alat yang tepat, bisa unggul. Kita sekarang tahu bahwa kecerdasan datang dalam berbagai bentuk, dan kecemerlangan tidak bisa diukur dengan sesuatu yang sederhana seperti kacamata.

Siswa berkacamata sama seperti siswa lainnya---masing-masing memiliki kelebihan, kekurangan, dan potensi untuk mencapai kehebatan. Nah, ini untuk kita yang pernah percaya pada mitos siswa brilian berkacamata. Kita tidak bersalah dalam asumsi kita, dan asumsi tersebut seringkali memotivasi kita untuk berusaha lebih keras, menjadi lebih seperti orang yang kita bayangkan di balik lensa tersebut. 

Meskipun kini kita memahami bahwa kecerdasan berasal dari dalam diri kita, namun menyenangkan untuk mengenang masa-masa sederhana ketika sepasang kacamata dapat mengubah siswa biasa menjadi mercusuar kecerdasan. Selamat atas kenangan, mitos, dan kebijaksanaan yang kita peroleh selama ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline