Lihat ke Halaman Asli

Nadya Putri

Freelancer

Narasi dan Paradoks Ramses ll

Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ramses ll, sumber: Nightcafe creator)

Tahukah Anda Ramses ll? Firaun yang memerintah selama 66 tahun juga mengatakan bahwa muminya berambut merah. Di sini saya menceritakan semuanya kepada Anda kisah Ramses ll, simak dan baca sampai selesai!

Di tengah hamparan waktu, nama Ramses II bersinar dengan kecemerlangan yang tak tertandingi, seolah-olah Matahari sendiri yang memutuskan untuk memberi penghormatan kepada salah satu firaun terhebat dalam sejarah. Melintasi halaman-halaman waktu, warisannya terus hidup, seperti piramida megah yang menonjolkan lanskap Mesir. Di jantung peradaban yang terus-menerus berdialog dengan keilahian, Ramses, yang juga disebut "Yang Agung", muncul sebagai sosok yang lebih seperti dewa daripada manusia.

Kehidupannya merupakan simfoni pencapaian selama 66 tahun masa pemerintahannya, menandai era keemasan dalam sejarah Kekaisaran Baru. Sejak kelahirannya pada tahun 1303 SM, sebagai putra Firaun Seti I dan Ratu Tuya, takdir seolah memilih Ramses untuk kebesaran. Pelatihannya di bidang militer dan administrasi menempatkannya sebagai pemimpin ideal bagi Mesir yang ingin memperluas pengaruhnya. Keberaniannya diuji dalam panasnya Pertempuran Kadesh, sebuah kontes yang masih bergema dalam sejarah sebagai pertarungan epik melawan bangsa Het.

Meskipun ukiran dan monumen menggambarkannya sebagai pemenang yang tak terbantahkan, kenyataannya lebih bernuansa. Namun yang paling menonjol dari hasil ini adalah kemampuan diplomasi Ramses. Dalam sikap yang mencerminkan diplomasi modern, ia menandatangani perjanjian damai, menyegel aliansi yang akan bertahan lama dan berpuncak pada perkawinan antara dirinya dan seorang putri Het. Namun, warisan Ramses tidak terbatas pada eksploitasinya di medan perang. Di sepanjang Sungai Nil, kecintaannya terhadap arsitektur dan konstruksi diwujudkan dalam monumen dan kuil yang menantang imajinasi.

Salah satu yang paling ikonik adalah kuil Abu Simbel, sebuah penghormatan terhadap keagungan dan ambisi firaun, yang diukir pada batu itu sendiri. Namun di luar kemegahan aslinya, candi ini juga melambangkan kemampuan manusia untuk melawan waktu, dipindahkan pada abad ke-20 untuk menyelamatkannya dari perairan Danau Nasser.

Pi-Ramesses, kota yang ia dirikan, bukan sekadar ibu kota. Ini adalah detak jantung budaya dan ekonomi kerajaan tersebut, sebuah bukti visi dan keinginannya untuk meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Dan di tengah bangunan megah tersebut, kita juga menemukan detail intim yang membawa kita lebih dekat dengan sosok di balik mahkota tersebut. Saat mengamati muminya, rona kemerahan pada rambutnya menangkap imajinasi, membangkitkan gambaran firaun berambut merah, meski konotasinya dengan Seth, dewa kekacauan, menambah nuansa yang menarik. Masalah gigi yang dideritanya mengingatkan kita akan kemanusiaannya dan kerapuhan hidup yang tak terelakkan.

Dan di tengah narasi megah ini, kita menemukan sebuah model kapal kecil, sebuah mainan yang mengingatkan kita bahwa, terlepas dari kemegahan monumen dan epos militer, jantung Ramses di Mesir adalah masyarakatnya dan kehidupan sehari-hari mereka. Menutup babak kehidupannya pada tahun 1213 SM, Ramses meninggalkan warisan yang tidak hanya diukur dalam batu atau emas, tetapi dalam ingatan kolektif. Sosoknya, bahkan ribuan tahun kemudian, tetap menjadi mercusuar yang menerangi kekayaan sejarah Mesir kuno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline