Lihat ke Halaman Asli

Nadya Putri

Freelancer

Narasi Akhir dan Runtuhnya Peradaban Maya

Diperbarui: 13 Agustus 2024   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Wanita Suku Maya, sumber: Pixabay)

Di sini saya menceritakan kisahnya kepada Anda Di bawah kanopi hutan Mesoamerika, tempat rahasia disimpan dengan penuh kecurigaan di bawah selimut tebal dedaunan dan waktu seolah mengalir mengikuti ritme kuno, salah satu peradaban paling misterius yang pernah dikenal dunia muncul: bangsa Maya. Melalui bisikan angin di pucuk-pucuk pepohonan dan gemericik sungai-sungai yang melintasi tanah-tanah kuno, diceritakan kisah-kisah tentang orang-orang yang akarnya tertanam jauh ke dalam bumi dan kosmos, menjalin kehidupan sehari-hari dengan misteri surgawi.

Hikayat bangsa Maya tidak dimulai dengan kota-kota megah atau kuil-kuil yang menyentuh langit. Tidak, asal muasalnya jauh lebih sederhana, di desa-desa kecil, tempat keluarga-keluarga nomaden menetap, menanam jagung, dan memanfaatkan tanah subur. Kehidupan berkembang pesat, dan dengan itu, benih-benih kota yang kemudian menjadi kota legendaris seperti Tikal dan Calakmul bertunas dan tumbuh menuju matahari. Saat bintang-bintang berputar di langit, suku Maya tidak hanya mengikutinya; Mereka memahaminya, menari mengikuti irama gerakan mereka dan menulis bahasa mereka dalam kodeks dan stella. Itu adalah periode Klasik, zaman keemasan penemuan dan kemegahan, dimana seni, ilmu pengetahuan dan agama tidak mengenal batas. 

Suku Maya bukan hanya satu, tapi banyak: sebuah konstelasi negara-kota, masing-masing berkilau dengan cahayanya sendiri, kekuatannya sendiri. Namun bahkan bintang paling terang pun bisa gemetar di tengah luasnya kosmos. Bayangan membayang di tepi sejarah Maya, dan bisikan kegelisahan menyebar ke seluruh alun-alun dan kuil. Ada sesuatu yang berubah dalam keseimbangan dunia. Peperangan, ketidakpuasan antar kota, wilayah yang menunjukkan tanda-tanda kelelahan, dan pertumbuhan populasi yang menuntut lebih dari yang bisa mereka berikan.

Alam mulai mengepalkan tangannya, dan dalam cengkeraman itu, dunia Maya tengah mulai goyah. Namun, sejarah bangsa Maya tidak berakhir dengan kota-kota terbengkalai yang direklamasi menjadi hutan. Sementara jantung dunianya terasa lemah, tunas kehidupan dan budaya baru bermunculan di utara, di Yucatn. Di sana, kota-kota seperti Chichn Itz dan Mayapn menjadi mercusuar baru peradaban Maya, yang merupakan bukti kapasitas bawaan untuk beradaptasi dan terlahir kembali.

Dan kemudian para pelaut dari negeri jauh datang, membawa baja, salib, dan penyakit mematikan. Penaklukan Spanyol menandai babak yang kelam dan penuh gejolak, penuh dengan perlawanan, tragedi, dan perubahan seismik dalam tatanan masyarakat Maya. Namun badai ini pun, dengan segala kekuatan dan keganasannya, tidak mampu melenyapkan esensi bangsa Maya. 

Saat ini, gaung masa lalu kuno tersebut bergema dalam suara keturunan mereka, yang, melalui tradisi, bahasa, dan hubungan yang tidak dapat diputuskan dengan nenek moyang mereka, menjaga api peradaban Maya tetap hidup. Dalam kisah-kisah mereka, dalam ritual-ritual mereka, dalam cara kearifan kuno terjalin dengan kehidupan modern, suku Maya masih ada di sini. Sejarahnya bukan hanya sebuah monumen terhadap masa lalu, namun sebuah benang merah yang hidup dan bernafas yang mengingatkan kita bahwa, bahkan dalam menghadapi kesulitan, budaya dan identitas dapat bertahan melampaui reruntuhan dan berabad-abad.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline