Lihat ke Halaman Asli

Nadya Putri

Freelancer

Pericles: Arsitek Golden Athens di Puncak Yunani kuno

Diperbarui: 11 Agustus 2024   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Pericles, sumber: DeepAl)

Alasan sejarah mengunjungi Athena Pericles. Arsitek Golden Athens Di puncak Yunani kuno, ketika kuil-kuil bersinar di bawah sinar matahari dan filsafat berkembang di agora, muncullah sosok yang ditakdirkan untuk mengubah jalannya sejarah: Pericles. Kehidupannya, yang terjalin dengan kejayaan Athena, melambangkan zaman keemasan yang tiada tara. Lahir dari keluarga bangsawan pada tahun 495 SM, Pericles menyaksikan kekuatan Athena sejak usia muda. Demokrasi, meskipun masih muda dan tidak stabil, sudah mulai mengakar.

Pericles muda, yang diberkahi dengan kecerdasan luar biasa dan kefasihan yang tak tertandingi, segera menemukan dirinya tenggelam dalam seni politik. Selama kebangkitannya, Athena berada di persimpangan konflik dan aliansi. Perang Persia tidak hanya meninggalkan warisan persatuan, tetapi juga ketegangan laten dengan rival seperti Sparta. Pericles, dengan visi dan keterampilan diplomatiknya, tidak hanya memperkuat demokrasi Athena, tetapi juga mendorong kota ini menuju era kemakmuran dan perkembangan budaya yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Di bawah kepemimpinannya, Parthenon berdiri di Acropolis, tidak hanya sebagai kuil dewi Athena tetapi juga sebagai simbol abadi kebesaran Athena. Arsitektur, patung, dan seni mencapai tingkat keindahan dan kesempurnaan yang masih membuat kita takjub hingga saat ini. Pericles tidak hanya membangun monumen, tetapi juga mendorong seni dan sastra, menarik para filsuf, penulis naskah drama, dan seniman yang akan menemukan bakat mereka di Athena. Namun kehebatan Pericles tidak terbatas pada estetika saja. Inti dari warisannya terletak pada reformasi demokrasinya.

Dengan menetapkan gaji untuk jabatan publik, ia menjamin bahwa warga negara yang paling sederhana sekalipun dapat berpartisipasi dalam pemerintahan kota. Visinya mengenai demokrasi bersifat inklusif, sebuah mercusuar kesetaraan dan keadilan di dunia yang konsep-konsepnya masih baru dan revolusioner. Namun, masa jabatannya bukannya tanpa tantangan. Perang Peloponnesia, konflik berkepanjangan dengan Sparta dan sekutunya, menandai tahun-tahun terakhirnya. Pericles, sang visioner, juga melihat dirinya sebagai ahli strategi dan pemimpin di masa perang. Strateginya, meski awalnya berhasil, akhirnya gagal menyelamatkan Athena dari kesulitan akibat konflik yang berkepanjangan.

Pericles meninggal pada tahun 429 SM, sebagai korban wabah yang melanda Athena. Dengan kematiannya, babak penting dalam sejarah peradaban Barat berakhir. Namun warisannya tetap bertahan. Periclean Athens tetap menjadi simbol pencapaian budaya dan politik, pengingat akan apa yang dapat dicapai umat manusia jika dipandu oleh cita-cita keindahan, kebijaksanaan, dan demokrasi.

Dalam retrospeksi, kehidupan Pericles bukan sekadar kronik manusia dan kotanya, melainkan narasi sebuah era yang menentukan jalannya dunia Barat. Kisahnya merupakan bukti aspirasi manusia menuju keunggulan, sebuah cermin yang masih bisa kita lihat pada diri kita sendiri saat ini untuk menemukan inspirasi dan bimbingan. Di Athena emas Pericles, kita tidak hanya menemukan kemegahan masa lalu yang gemilang, tetapi juga nyala api cita-cita abadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline