Lihat ke Halaman Asli

Nadya Putri

Freelancer

Menyelami Kedalaman Rasa Novel The Canterbury Tales

Diperbarui: 3 Agustus 2024   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(The Canterbury Tales, sumber: iStock)

Pernahkah anda mendengar kisah "The Canterbury Tales" ? Salah satu karya terpenting sastra Inggris abad pertengahan yang menggambarkan masyarakat pada masanya. Saya akan menceritakan sedikit tentang "The Canterbury Tales" kepada anda, simak dan baca sampai selesai!

Dalam permadani sastra abad pertengahan yang luas, "The Canterbury Tales" karya Geoffrey Chaucer menonjol sebagai jendela penuh warna ke dunia abad ke-14. Buku ini bukan sekedar kumpulan cerita, namun merupakan kronik hidup dari adat istiadat, perjuangan dan strata sosial pada suatu era yang mendefinisikan banyak aspek budaya Inggris modern.

Chaucer, dengan keterampilan seorang pelukis dan wawasan seorang filsuf, menjalin permadani naratif dimana setiap benang mewakili suara pada masanya. Premisnya sederhana namun cerdik: sekelompok peziarah yang beragam berkumpul di penginapan Tabard di Southwark, dekat London, masing-masing berasal dari berbagai lapisan masyarakat abad pertengahan. Mereka akan memulai perjalanan ke Katedral Canterbury, dan untuk menghibur diri mereka sendiri sepanjang perjalanan, mereka masing-masing setuju untuk menceritakan dua cerita, satu dalam perjalanan ke sana dan satu lagi dalam perjalanan pulang.

Karakternya pun beragam seperti masyarakat itu sendiri: seorang ksatria yang mulia, seorang saudagar yang cerdik, seorang janda ceria yang dikenal sebagai Istri Bath, seorang pendeta yang melankolis, dan masih banyak lagi lainnya. Setiap kisah mencerminkan kebaikan dan keburukan naratornya, mulai dari kehormatan dan kesatriaan hingga keserakahan dan pengkhianatan. Chaucer dengan demikian menawarkan potret miniatur masyarakatnya, yang tidak terkecuali dari kritik terhadap korupsi dan kemunafikan, terutama di kalangan ordo dan institusi keagamaan.

(The Canterbury Tales, sumber: iStock)

Namun "The Canterbury Tales" bukan sekedar latihan kritik sosial. Karya tersebut merupakan perayaan seni mendongeng, penghormatan terhadap keberagaman manusia dan pengakuan atas kompleksitas kondisi manusia. Melalui kisah-kisah mereka, para peziarah mencari hiburan, persahabatan, dan pemahaman moral atau spiritual, aspek-aspek yang relevan pada masa kini dan masa lalu.

Geoffrey Chaucer, melalui penanya, membuat pembacanya tersenyum, merenung, dan terkadang geram. Dalam bahasa Inggris Pertengahan yang masih bergema hingga saat ini dengan kesegaran yang mengejutkan, kisah-kisahnya melampaui ruang dan waktu untuk menjangkau kita, mengundang kita untuk melihat melalui sudut pandang orang-orang yang menempuh jalan di Inggris abad pertengahan, untuk mendengarkan cerita mereka dan belajar dari mereka .

"The Canterbury Tales" pada akhirnya merupakan warisan sastra tak tertandingi yang memungkinkan pembaca modern merasakan keragaman kehidupan abad pertengahan yang kaya, semuanya melalui lensa tak tertandingi dari salah satu ahli fiksi terhebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline