Lihat ke Halaman Asli

Eksistensi Etika dan Moral Pada Profesi Hakim

Diperbarui: 29 November 2024   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap orang perlu memahami konsep mengenai etika. Kehidupan dapat berjalan sesuai dengan harapan serta menciptakan kesejahteraan apabila kita menyadari bahwa eksitensi dari etika itu sendiri sangat diperlukan. Etika adalah gagasan tentang baik atau buruknya perilaku seseorang. Etika setiap orang pasti berbeda-beda karena etika merupakan suatu standar yang lahir dari batiniah seseorang untuk menciptakan standar berperilaku yang baik, namun orang yang beretika sudah pasti orang yang bisa memberi contoh berperilaku yang baik kepada orang lain.

Studi tentang etika mempelajari perilaku yang pantas, bermoral, dan adil. Kita dapat menilai kepribadian seseorang dengan menggunakan etika. Sebuah profesi, seperti profesi hakim, berkaitan erat dengan etika. Etika profesi dapat menjadi tanda cara hidup dalam bentuk kesediaan untuk menawarkan layanan hukum profesional yang penuh partisipasi kepada masyarakat dan kompetensi layanan di bidang pelaksanaan tugas dalam bentuk dedikasi untuk memberikan layanan hukum yang bijaksana kepada mereka yang membutuhkan.


Profesi hukum wajib menjunjung tinggi etika profesi di bidangnya masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, tanggung jawab profesional dalam praktik profesi mencakup kewajiban moral dan hukum. Maka, setiap orang yang berprofesi di bidang hukum berkewajiban untuk menegakkan hukum dan selalu berlaku adil dan tidak diskriminatif.


Seorang hakim dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera, memiliki peran yang lebih besar dalam menegakkan hukum di pengadilan karena hakim merupakan aktor utama dalam persidangan. Bisa dikatakan pulan hakim adalah seorang penerjemah yang hidup, yang memberikan kehidupan pada hukum dan menjadikannya lebih dari sekadar kumpulan pasal-pasal tak bernyawa dalam undang-undang dan peraturan.

Menegakkan hukum, independensi dan imparsialitas, menjaga hak asasi manusia, menjaga keadilan substantif, menegakkan sanksi dan hukuman, menengahi dan menyelesaikan konflik, serta menjaga hak asasi manusia merupakan aspek yang paling penting dari peran hakim dalam peradilan.  Hakim memastikan bahwa keputusan dibuat sesuai dengan hukum dan peraturan dengan menerapkan hukum yang relevan dengan fakta-fakta yang disajikan di pengadilan. Untuk menjaga integritas sistem hukum, hakim harus bertindak secara imparsial dan independen, bebas dari campur tangan politik atau tekanan dari luar. Hakim terlibat dalam membela hak-hak masyarakat, seperti hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum dan hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil.


Dalam sistem hukum, hakim adalah penentu akhir keadilan. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keputusan mereka adil dan sesuai dengan hukum. Oleh karena itu, fondasi yang paling penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum adalah karakter moral dan etika hakim. Para hakim mungkin menghadapi lebih banyak tekanan sebagai akibat dari kerusakan moral dalam masyarakat. Mungkin sulit untuk menahan godaan untuk mengikuti jalur yang tidak bermoral atau berpartisipasi dalam kegiatan peradilan. Di sinilah moral dan etika hakim sebagai anggota profesi hukum harus berperan untuk menghentikan pelanggaran etika.

Setidaknya ada dua faktor yang berdampak pada kinerja hakim dalam menjalankan tugasnya, yaitu kejujuran hakim dan peraturan perundang-undangan. Diharapkan integritas hakim akan menjadi faktor yang signifikan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan, sesuai dengan Pasal 5 ayat (2)  Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 “Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”. Setiap hakim harus mematuhi ketentuan tersebut karena dengan mengikuti aturan yang ada, mereka akan ditempatkan pada posisi terhormat di mana mereka mengambil tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan keadilan secara bijaksana yang menimbulkan rasa keadilan di masyarakat.

Meskipun ada etika dan moral profesi yang menjadi standar berperilaku, pada kenyataannya masih ada 'masalah' dalam penegakan hukum di Indonesia yang menghalangi hukum untuk menjalankan fungsi utamanya dalam memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bersama. Masyarakat mulai sadar akan perkembangan hukum yang terjadi akhir-akhir ini dan menyadari bahwa diskriminasi yang meluas masih terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia. Berbeda dengan penanganan kasus korupsi pejabat-pejabat negara yang sangat lamban dan cenderung membebaskan terdakwa, proses pengadilan kasus pencurian biji kakao oleh Nenek Minah yang terjadi pada Tahun 2017 berjalan cukup cepat. Padahal Nenek Minah mencuri kokoa yang jumlahnya hanya mencapai Rp20.000,00.  demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat mendesak. Tidak seperti proses sidang pejabat-pejabat negara yang melakukan korupsi dengan jumlah ratusan juta hingga milyaran demi kepuasan hidup pribadi, persidangan Nenek Minah berjalan cepat dan lancar. Ini adalah salah satu contoh dalam penegakan hukum di negara kita masih ada permainan kekuasaan untuk menentukan aturan.

Contoh lainnya yaitu ada pada kasus Ronald Tannur. Majelis Hakim yang memegang perkara memutuskan untuk membebaskan Ronald Tannur dari semua tuduhan dengan alasan tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung dakwaan. Hal tersebut memicu kecurigaan publik serta penyelidikan dari Kejaksaan Agung. Kemudian terbukti bahwa hakim yang memeriksa dan memutus kasus Ronald Tannur terlibat suap yang dilakukan oleh Ibu Ronald Tannur, dan diduga mengeluarkan uang hingga 3,5 milyar. Menarik garis dari kasus-kasus yang terjadi, bahwa proses hukum di Indonesia masih bisa direkayasa bahkan pada tindak pidana sekalipun. Beberapa 'oknum' yang seharusnya menjadi penegak keadilan bagi masyarakat yang membutuhkan, justru hanyut pada kekuasaan serta ketamakan dengan mengabaikan etika dan moral.


Meskipun ada tekanan moral yang kuat, para hakim diharuskan untuk menegakkan standar etika yang tinggi. Langkah-langkah konkret diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan meningkatkan standar etika hakim. Nilai-nilai moral dalam profesi hukum dapat diperkuat dengan dukungan pelatihan etika yang berkelanjutan, pengawasan internal yang ketat, dan hukuman yang berat untuk pelanggaran. Etika profesi hakim merupakan landasan yang sangat penting terhadap kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Setiap hakim memiliki kewajiban yang tidak dapat dihindari untuk menegakkan profesionalisme, ketidakberpihakan, keadilan, dan kejujuran. Kita tidak dapat menjamin bahwa keadilan akan terus menjadi pilar yang kokoh dalam sistem hukum di tengah-tengah kemerosotan moral yang akan terjadi, kecuali jika bisa membentengi diri dengan etika dan moral profesi hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline