Lihat ke Halaman Asli

Talitha Nadiyah Abidah

Mahasiswa HI UNEJ

Kebijakan Pemerintah RI Dalam Impor Barang China Melalui E-Commerce

Diperbarui: 7 Maret 2024   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Impor dalam pengertiannya menurut Undang-undang RI No.17 Tahun 2006 menjelaskan tentang pengertian Impor yaitu kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Salah satu kegiatan ekonomi yang biasanya dilakukan oleh perwakilan dari kedua negara, baik perorangan maupun perusahaan (Susilo Utomo: 2008) ini tentunya membawa dampak positif dan negatif. Negatif apabila dilakukan secara berlebih dan tidak mengikuti aturan yang sudah diterapkan oleh pemerintah sebelumnya. Seiring berjalannya waktu yang semakin modern kegiatan impor ini bisa dilakukan secara perorangan dengan mudah melalui e-commerce. Yang  mana secara umum e-commerce dapat diartikan dengan kegiatan transaksi jual beli melalui berbagai media internet secara elektronik atau penggunaan media elektronik seperti handphone, komputer maupun laptop.

Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan dalam impor barang melalui e-commerce seperti platform Shopee dan Lazada yang mana peningkatan ini terlihat sejak tahun 2019 dan barang yang masuk tersebut paling banyak dari negara China. Ada alasan mengapa barang dari China yang masuk ke Indonesia itu sendiri menjadi terjangkau yaitu menurut Ignatius Untung ada dua kemungkinan paling besar. Satu, pendanaan subsidi pengiriman oleh pemerintah China itu sendiri dan dua, minat barang di China yang tinggi yang dibersamai dengan bea masuk Indonesia sehingga barang yang masuk dari China bernilai di bawah US$ 75 atau sekitar Rp 1 juta (asumsi kurs Rp 14.000/US$) yang akhirnya tidak dikenakannya bea masuk.

Sebenarnya dari data yang disajikan oleh Ditjen Bea dan Cukai tidak hanya barang dari China saja yang meningkat. Namun dari top 5 negara tersebut posisi pertama memang diduduki oleh China. Nilai devisa impor dari China tahun 2021 mencapai 186,9 juta US$ setara 24,9 persen total impor barang, dilanjut tahun 2022 yaitu 151,2 juta US$ setara 21,4 persen total impor barang dan per-Mei2023 nilai devisa impor China mencapai 61,9 juta US$ yang setara 24,3 persen total barang. Tingginya pangsa lebih dari 20 persen dari totalan impor barang melewati e-commerce dari China yang masuk ke Indonesia ini tentunya membawa kekhawatiran.

Menurut Rezki Yanuar selaku CO Brand Manager dari Shopee menjelaskan bahwa fokus utama dari pembuatan platform belanja Shopee ini diperuntukan untuk pelaku UMKM Indonesia agar lebih melek digital namun fakta dilapangan terkait tingginya barang China yang masuk ke Indonesia bisa saja menggerus kinerja pelaku UMKM Indonesia. Akibat dari ini Kemendag atau Kementerian Perdagangan melakukan perampungan revisi terkait PMSE. Peraturan Menteri Perdagangan No. 50/2020 terkait Perdagangan melalui sistem elektronik dengan aturan baru yang mana dilakukannya pelarangan menjual barang impor dengan harga di bawah Rp 1,5 juta atau 100 US$.

Dengan concern untuk melindungi produk-produk dagangan UMKM dalam negeri dengan memperbaiki regulasi ekonomi digital ada tiga regulasi yang dijelaskan oleh Teten Masduki sebagai Menteri Koperasi. Pertama, dilarangnya  ritel online yang berdagang lintas negara. Kedua, dilarangnya platform digital menjual produk mereka sendiri yang mana biasanya platform memiliki brandnya sendiri yang berafiliasi bisnis dengan negara asal platform. Ketiga, tidak diizinkannya barang yang sudah bisa diproduksi sendiri oleh negeri mengimpor barang yang sama tersebut. Hal ini jelas terlihat ketika Rabu, 4 Oktober tahun lalu platform Shopee menutup lapak luar negeri seperti China, jadi produk dari China tidak lagi muncul di platform tersebut.

Dalam Ekonomi Politik Internasional yang merupakan study ilmu sosial yang mempelajari tentang produksi, perdagangan yang berhubungan dengan hukum dan pemerintahan. Yang mana dalam ilmu EPI ini terdapat satu pendekatan yaitu Merkantilisme yang merupakan paham dari Realisme. Kebijakan dari RI untuk merevisi Undang-Undangnya terkait Impor barang ini menurut penulis merupakan bentuk dari Merkantilisme. Seperti yang dijelaskan  merkantilisme sendiri merupakan teori ekonomi yang menekankan keseimbangan dengan memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor yang mana Merkantilisme sendiri dipandang sebagai bentuk proteksionisme ekonomi, sama halnya dengan Indonesia yang ingin melindungi pelaku UMKMnya di e-commerce.

Daftar Pustaka:

Pratiwi, Intan. (2023). Kemendag: Pembatasan Impor Lewat E-Commerce Lindungi Pengusaha Lokal. (https://ekonomi.republika.co.id/berita/s0tr50502/kemendag-pembatasan-impor-lewat-ecommerce-lindungi-pengusaha-lokal, diakses pada 5 Maret 2024)

Mariana, Monalia. (2012). Apa Itu E-Commerce. (https://www.unpas.ac.id/apa-itu-e-commerce/, diakses pada 5 Maret 2024)

Limsan, Efrem Siregar. (2019). Kenapa Barang Impor China di E-Commerce RI kok Murah?. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20190711090243-4-84084/kenapa-barang-impor-china-di-e-commerce-ri-kok-murah, diakses 6 Maret 2024)

Ramli, Rully R., & Ika, Aprilia. (2023). Impor Lewat "E-commerce" ke Indonesia Didominasi dari China. (https://money.kompas.com/read/2023/10/13/064417826/impor-lewat-e-commerce-ke-indonesia-didominasi-dari-china, diakses pada 6 Maret 2024)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline