Penulis 1: Nadiya Prameswari Utami
Penulis 2: Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H., M. Irfan Adriansyah, S.Pd.
Wacana sistem zonasi PPDB dihapus menjadi isu terkini yang menarik perhatian masyarakat, karena pasalnya Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus kebijakan PPDB dengan sistem zonasi. Beliau berpendapat bahwa PPDB sistem zonasi tersebut belum bisa diimplementasikan di semua wilayah karena adanya ketimpangan dari segi kualitas sekolah serta distribusi guru yang tidak merata. Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan retoris, apakah denfan dihapusnya sistem zonasi PPDB masih tercerminnya nilai keadilan dalam sila kelima Pancasila?
Nilai kelima Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", menekankan pentingnya mewujudkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi seluruh masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara harus mampu memberikan akses yang merata dan berkualitas tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis. Prinsip keadilan sosial ini menjadi pedoman untuk menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan individu secara proporsional, tetapi juga menghapus hambatan-hambatan struktural yang menghalangi kesetaraan peluang. Dengan demikian, pendidikan menjadi alat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Salah satu kebijakan yang pernah diterapkan untuk mendukung keadilan sosial dalam pendidikan adalah sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem ini bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan dengan memberikan prioritas kepada siswa berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan sekolah. Selain itu, zonasi juga diharapkan mengurangi stigma "sekolah favorit" dan meningkatkan kualitas sekolah secara merata. Namun, dalam pelaksanaannya, sistem zonasi menghadapi berbagai tantangan. Ketimpangan kualitas fasilitas dan tenaga pendidik antar sekolah membuat banyak orang tua khawatir dengan mutu pendidikan yang akan diterima anak mereka. Selain itu, penerapan zonasi sering kali tidak fleksibel, sehingga menimbulkan protes dari masyarakat yang merasa haknya terbatas oleh kebijakan ini.
Dengan dihapusnya sistem zonasi, muncul pertanyaan besar mengenai bagaimana prinsip keadilan sosial akan diterapkan dalam pendidikan.
Adil adalah sikap atau tindakan yang memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan hak, kebutuhan, atau situasinya. Adil tidak selalu berarti sama rata, melainkan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan individu. Dalam kehidupan sehari-hari, adil sering diartikan sebagai memberikan perlakuan yang proporsional dan tidak memihak. Sedangkan Keadilan, Keadilan adalah konsep yang lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan adil. Keadilan mencakup tatanan sosial di mana hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap orang dipenuhi dengan seimbang. Keadilan berfokus pada menciptakan kondisi di mana semua orang memiliki kesempatan yang setara untuk mencapai kesejahteraan, terlepas dari perbedaan sosial, ekonomi, atau budaya. Dalam skala penerapan, adil diterapkan pada tingkat individu atau situasi tertentu, dengan fokus pada tindakan atau keputusan yang tepat terhadap individu. Sedangkan keadilan, mencakup struktur sosial atau sistem yang berlaku secara luas, dengan fokus pada prinsip dan sistem yang memastikan hak dan kewajiban dipenuhi secara merata, dan sering kali berhubungan dengan norma, hukum, serta kebijakan yang berlaku di masyarakat.
Dalam kontesk pendidikan, adil berarti memberikan perhatian dan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Adil tidak selalu berarti memberikan hal yang sama kepada semua siswa, tetapi memastikan setiap siswa mendapatkan apa yang ia butuhkan untuk berkembang. Dan keadilan merujuk pada terciptanya sistem dan kebijakan yang memungkinkan setiap siswa memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas. Ini mencakup pemerataan fasilitas pendidikan, penyediaan tenaga pengajar yang kompeten di seluruh wilayah, serta jaminan bahwa tidak ada siswa yang terhambat karena faktor ekonomi, geografis, atau sosial.
Kebijakan pendidikan dapat dinilai berdasarkan dengan apakah kebijakan tersebut hanya bersifat adil untuk individu atau mampu menciptakan keadilan bagi seluruh peserta didik.
Ketika sistem zonasi PPDB dihapus, maka muncul beberapa tantangan yang mungkin akan terjadi dalam dunia pendidikan. Penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berpotensi memperbesar kesenjangan sosial dalam pendidikan. Tanpa zonasi, siswa dari keluarga mampu memiliki peluang lebih besar untuk memilih sekolah yang dianggap favorit, karena mereka sering kali memiliki akses lebih baik ke bimbingan belajar, transportasi, atau kemampuan finansial untuk pindah ke lingkungan dekat sekolah unggulan. Sementara itu, siswa dari keluarga kurang mampu mungkin kesulitan bersaing dalam seleksi akademik, sehingga terpaksa memilih sekolah yang kurang diminati.