Sudah menjadi rahasia umum anak muda di generasi sekarang memiliki beragam aplikasi media sosial sebagai penunjang mereka bersosialisasi dengan sesama, terlebih di era pandemi yang menghambat mereka untuk berkomunikasi secara langsung dalam kurun waktu yang lama. Media sosial telah mengubah banyak aspek kehidupan remaja, baik dalam konotasi positif, maupun negatif. Semua tergantung kepada individu dalam mencari lingkungan yang tepat dan bagaimana pola asuh orangtua dalam pengendalian anak di ranah dunia maya.
Beragam informasi terkait pendidikan juga kini mudah untuk ditemukan melalui media sosial, siswa dapat dengan mudah mendapatkan edukasi lewat konten-konten yang tersedia dalam aplikasi tersebut, terutama aplikasi TikTok yang kian menjadi ranah media paling efektif dan sering digunakan remaja. Mereka yang mendapatkan beragam keberhasilan di dunia pendidikan, menjadikan media sosial sebagai sarana branding terbaik yang tentunya akan memberikan keberhasilan-keberhasilan lain baginya karena media sosial kini menjadi sarana yang sering digunakan bagi perusahaan dalam melirik pekerja.
Namun, di samping perkembangan tersebut, suatu hal yang mulanya dinilai positif dapat menjadi suatu hal yang negatif jika berlebihan. Remaja yang belum memiliki prestasi sebesar apa yang ia lihat di media sosial merasa tertinggal dengan teman sebayanya. Suatu hal yang mulanya memberikan rasa semangat juang justru membuat mereka khawatir akan rasa tertinggal atau yang kerap disebut Fear of Missing Out.
Perasaan takut tertinggal itu dapat menjadi suatu hal yang baik jika disalurkan dengan baik pula. Tetapi juga dapat menjadi bumerang jika perasaan tersebut tidak disalurkan dengan baik, seperti menimbulkan rasa iri berlebih terhadap orang lain dan merendahkan diri sendiri. Padahal setiap individu pasti memiliki porsi kelebihan dan kekurangannya masing-masing yang tidak seharusnya dikomparasikan dengan orang lain.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut di antara remaja, salah satunya dengan meningkatkan kualitas diri dengan melakukan hal yang lebih produktif daripada menonton keberhasilan orang lain yang justru membuat mereka merendahkan diri. Dibandingkan duduk sambil membuka media sosial melihat keberhasilan orang lain, remaja dapat melakukan hal lain yang lebih bermanfaat seperti belajar bahasa baru, berolahraga, melakukan hobi baru, dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung mereka dalam mencari jati diri dan impian di kemudian hari. Dengan begitu, perasaan tertinggal itu akan hilang perlahan diganti dengan semangat baru dalam mengejar apa yang menjadi fokus remaja.
Jika perasaan tertinggal atau yang kerap disebut Fear of Missing Out itu sudah terlepas dari diri remaja, maka rasa percaya diri akan muncul seiring dengan itu. Percaya diri menjadi kunci utama yang dapat mengubah banyak hal, termasuk dalam mengatasi perasaan kecewa akan diri sendiri, individu akan lebih menyayangi diri sendiri dan memenuhi jiwanya dengan rasa syukur penuh terhadap apa yang mereka punya saat ini.
Pada hakikatnya, remaja masih perlu dibentuk untuk lebih percaya terhadap dirinya sendiri dan menerima segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Dengan begitu, mereka akan bersikap lebih baik dalam menangani segala hal yang ia temukan di dunia maya, meningkatkan rasa syukur dan mengurangi rasa iri terhadap keberhasilan orang lain
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H