Selayang Pandang
Sejak Reformasi 1998, Indonesia telah mengalami perubahan politik yang signifikan. Pergantian rezim otoriter menjadi rezim demokratis memberikan harapan besar bagi munculnya pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kepentingan rakyat.
Namun, sayangnya, perubahan ini tidak sepenuhnya membawa dampak yang diharapkan. Dalam opini ini, akan dibahas mengenai arah konstitusi dan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi serta menyelami apa saja yang terjadi sampai sejauh ini.
Political Decay: Penurunan Kualitas Pemerintahan
Political decay, atau penurunan kualitas pemerintahan, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam membangun demokrasi yang sehat. Salah satu aspek yang mencolok dari political decay adalah korupsi yang merajalela. Menurut Transparency International, Indonesia masih terjerat dalam masalah korupsi yang melanda berbagai sektor, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah (Transparency International, 2021). Korupsi ini tidak hanya merusak moralitas publik, tetapi juga merusak integritas institusi dan menghambat pembangunan nasional.
Selain korupsi, political decay juga tercermin dalam kelemahan lembaga negara seperti birokrasi yang tidak efektif dan lemahnya rekruitmen aparatur negara berdasarkan meritokrasi. Hal ini menciptakan kultur politik yang korup dan menghambat efisiensi dan efektivitas pemerintahan (Sidel, 2017).
Degradasi Demokrasi: Ancaman Terhadap Partisipasi Publik
Demokrasi di Indonesia juga menghadapi degradasi yang mengkhawatirkan. Partisipasi publik yang semestinya menjadi inti dari demokrasi terancam oleh berbagai faktor, termasuk tingginya tingkat ketimpangan sosial dan ekonomi.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2022), kesenjangan pendapatan di Indonesia masih sangat tinggi, yang berdampak pada akses terbatas masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Ketimpangan ini membatasi partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan menghambat terciptanya demokrasi yang inklusif.