Harvey Moeis, pengusaha sukses namun terjerat skandal korupsi yang merugikan negara.
Penggelapan dana dalam pengelolaan tambang timah di Bangka Belitung yang dilakukan oleh Harvey melibatkan banyak pihak meraup keuntungan besar. Besarnya kerugian negara mencapai 300 triliun. Investigasi Kejaksaan Agung mengungkap bahwa Harvey dan pihak lainnya melakukan manipulasi uang dan merusak lingkungan dalam skala besar. Harvey berperan aktif dalalm kerja sama antara PT RBT dan PT Timah Tbk. Diduga dia merupakan penghubung utama dalam proses transaksi keuangan serra pembagian keuntungan dari hasil tambang ilegal.
Kejaksaan Agung menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka pada 27 Maret 2024. Pada 23 Desember 2024 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman penjara selama 6 tahun 6 bulan dengan denda 1 miliar. Ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun dalam sektor pertambangan timah. Vonis ringan ini menimbulakn perdebatan mengenai keadilan sistem hukum Indonesia.
Keadilan sistem hukum di Indonesia perlu dipertanyakan. Mengapa?
Ketimpangan yang mencolok dalam sistem peradilan dapat dilihat dari perbandingan antara kasus Harvey Moeis dan Nenek Asyani. Kasus Harvey Moeis yang sudah jelas merugikan negara hanya dijatuhi 6,5 tahun penjara, meskipun jaksa menuntut 12 tahun. Hakim menyatakan bahwa tuntutan 12 tahun penjara dianggap terlalu berat dan juga hakim menilai bahwa Harvey tidak memilliki peran besar terkait kerja sama itu. Keputusan hakim menyulut emosi publik, banyak yang protes dengan keputusan hakim dikarenakan hukuman tersebut tidak logis, mengingat dimana akibat yang ditimbulkan sangat besar. Hukuman ini dianggap terlalu ringan oleh banyak pihak. Presiden Prabowo Subianto juga ikut menyoroti kasus ini, beliau memberikan tanggapan tegas. Prabowo menyatakan bahwa hukuman tersebut seharusnya lebih berat, bahkan beliau mengusulkan vonis 50 tahun penjara.
Kasus Nenek Asyani, wanita tua yang ditangkap karena mencuri tujuh batang kayu jati, dengan nilai sekitar Rp 50 ribu. Beliau dijatuhi hukuman 1tahun penjara dan denda 500 juta. Didalam ruang sidang Nenek Asyani menangis, memohon ampun kepada hakim. Hukuman yang diberikan sangat tidak logis dibandingkan dengan nilai barang yang dicuri, dan status sosial Nenek Asyani yang miskin. Kasus ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan hukum sangat keras terhadap rakyat kecil tanpa adanya toleransi.
Kedua kasus ini sekarang menjadi sorotan publik, dimanakah letak keadilan Indonesia. Ketidaksetaraan dihadapan hukum masih menjadi tantangan dalam penegakan keadilan di Indonesia. Hukum dapat dimanfaatkan oleh golongan tertentu untuk kepentingan pribadi. Proses hukum di Indonesia yang tidak transparan menunjukan bahwa prosesnya bisa dipengaruhi oleh kekuasaan politik atau kepentingan ekonomi. Hal ini menjadi kritik terkait proses hukum dan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI