Dampak globalisasi yang merambah ke berbagai sektor kehidupan di seluruh dunia telah menghasilkan berbagai perspektif baru, termasuk dalam pendidikan yang kini mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional menuju pendekatan yang lebih inklusif, interaktif, dan multidisiplin. Kemajuan teknologi informasi juga berkembang pesat, mengubah berbagai aspek masyarakat. Di bidang sosial, terjadi perubahan signifikan, terutama dengan munculnya media sosial sebagai platform online yang memudahkan akses berita, namun sayangnya sering disalahgunakan.
Dalam era digital yang kian maju, kita menyaksikan perubahan drastis dalam cara mengakses dan berinteraksi dengan informasi. Akses mudah ke internet membawa banjir informasi dari seluruh penjuru dunia, namun di balik kemudahan ini tersembunyi ancaman serius: penyebaran hoaks atau berita palsu yang dapat merusak pemahaman kita tentang realitas. Hoaks, layaknya virus digital, menyebar dengan cepat dan tanpa batas di dunia maya, mengintai di balik tautan menggiurkan dan judul menarik, siap menjerumuskan siapa saja yang tidak waspada ke dalam jurang disinformasi.
Dalam menghadapi ancaman ini, peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat penting. Guru BK tidak hanya mendidik siswa dalam keterampilan akademik, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan hidup yang kritis dan mandiri, salah satunya keterampilan membaca kritis. Keterampilan ini memungkinkan siswa untuk menilai dan menganalisis informasi secara aktif, terutama di lingkungan digital yang penuh dengan beragam informasi. Para pelajar ini membutuhkan sebuah pembekalan khusus agar mampu menangkal dan memerangi berita hoaks, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah bahaya laten.
Memandang siswa sebagai individu yang aktif menggunakan media sosial dan rentan terhadap paparan informasi yang tidak benar, merupakan tanggung jawab sekolah untuk meningkatkan kesadaran literasi terutama terkait dengan media. Menurut Georgiadou (2018), pendidik memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir secara kritis, sehingga siswa dapat menilai informasi dengan baik dan memperoleh keterampilan untuk mengidentifikasi informasi yang tidak akurat. Saat ini, kemampuan siswa untuk bersikap kritis terhadap informasi dianggap sebagai bagian penting dari literasi, yang memiliki peranan yang sama pentingnya dengan memperoleh literasi itu sendiri.
Permasalahan pembelajaran membaca masih dinilai penting di jenjang sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA bahkan perguruan tinggi. Di era globalisasi sekarang kemampuan membaca siswa masih rendah di karenakan kurangnya minat membaca pada siswa sehingga terdapat banyak siswa yang masih membaca dengan terbatah-batah.
Saat ini, fenomena hoaks semakin merajalela yang menjadi fokus perhatian banyak kalangan, apalagi dalam era digital yang dipenuhi informasi dari berbagai sumber. Permasalahan terbesar yang dihadapi adalah penyebaran hoax atau berita palsu. Hoax merupakan bom waktu yang siap meledak di tengah masyarakat dengan dampak yang sangat fatal. Salah satu penyebab utama penyebaran hoax adalah banjir informasi tanpa filter di media sosial, memungkinkan siapa saja menyebarkan informasi tanpa mekanisme pengecekan atau verifikasi yang memadai. Situasi ini semakin memperparah kondisi karena informasi yang tidak terverifikasi dapat dengan cepat menyebar dan mempengaruhi banyak orang tanpa adanya kejelasan atau kebenaran yang terjamin.
Penyebaran hoax atau berita palsu merupakan ancaman serius yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama generasi muda yang aktif menggunakan media sosial. Dampak negatifnya antara lain menciptakan kebingungan informasi, ketegangan sosial, kekhawatiran, konflik, dan retorika kebencian di tengah masyarakat, memicu perpecahan dan mengganggu persatuan di suatu negara, merusak kepercayaan publik terhadap informasi sahih dan mengganggu proses demokrasi, serta menimbulkan keraguan terhadap otoritas yang menyampaikan informasi benar.
Penyebaran hoax sering terjadi melalui berbagai bentuk konten seperti tulisan, gambar, dan video di platform media sosial, terutama Instagram dan Facebook. Oleh karena itu, peran guru BK sangat penting dalam membekali generasi muda dengan keterampilan membaca kritis dan analisis informasi agar dapat membedakan antara informasi sahih dan hoax, serta memerangi penyebaran hoax dan melindungi mereka dari dampak negatifnya karena dalam perspektif Bimbingan Konseling (BK), membaca kritis merupakan kecakapan hidup yang penting untuk dimiliki oleh siswa.
Guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki peran krusial dalam memerangi hoax melalui pemberian keterampilan membaca kritis dan analisis informasi kepada siswa. Dengan demikian, guru BK menjadi garda terdepan dalam melindungi generasi muda dari dampak buruk hoax. Membangun benteng anti-hoaks bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak seperti guru BK, siswa, orang tua, dan masyarakat untuk meningkatkan literasi digital secara kuat dan bertanggung jawab. Melalui kerjasama dan edukasi yang komprehensif, kita dapat melangkah maju menuju masyarakat yang lebih cerdas dalam menyikapi informasi dan terbebas dari pengaruh hoax yang merusak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Studi literatur merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang telah dipublikasikan sebelumnya dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, artikel, laporan, dan sumber-sumber lainnya. Dalam konteks paragraf tersebut, studi literatur dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang permasalahan hoax atau berita palsu, dampaknya terhadap masyarakat dan generasi muda, serta solusi yang telah diusulkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Melalui studi literatur, peneliti dapat meneliti berbagai sumber yang relevan untuk memahami lebih dalam tentang fenomena hoax, termasuk penyebab, mekanisme penyebarannya, dan dampaknya. Selain itu, peneliti juga dapat menemukan berbagai solusi dan strategi yang telah diajukan oleh para ahli atau praktisi dalam bidang pendidikan dan bimbingan konseling untuk mengatasi masalah penyebaran hoax, seperti peningkatan literasi digital, pembekalan keterampilan membaca kritis, dan kerjasama antara guru BK, siswa, orang tua, dan masyarakat.